Konspirasi Finansial
Era
ekonomi baru membawa banyak perubahan dalam system ekonomi global. Kapitalisme
uang telah megubah tata cara orang dalam melakukan tindak ekonomi. Pertambahan
pendapatan tidak dikaitkan lagi dengan kemampuan produksi, tetapi lebih
ditentukan oleh kemampuan membuat gagasan, sehingga penambahan kekayaan lebih
bersifat maya daripada penambahan asset riil. Pemilik uang dapat menciptakan
uang lebih banyak lagi tanpa perlu terlibat pada sektor produksi. Akibat lain
yang ditimbulkan adalah prilaku konservatif para pelaku dunia keuangan dengan
etika yang tinggi menjadi luntur dan terasa usang.
Selama
ini banker, pelaku utama di bidang keuangan, selalu dipandang sebagai orang
serius yang cermat dan berhati-hati. Mereka selalu mengawasi perusahaan-perusahaan
yang diberi kredit. Hal itu terjadi, karena setiap banker pasti menginginkan
piutangnya terbayar kembali dan tidak menyukai terjadinya skandal dan kredit
macet. Dengan memantau secar seksama portofolio hutangnya, para banker membantu
mencegah terjadinya kepailitan suatu usaha yang akan berdampak terhadap dunia
bisnis umunya Akan tetapi, kekuasaan kapitalisme uang telah mengubah citra masa
lalu tersebut.
Banyak
hal yang berubah pada era ekonomi baru. Para analis perbankan, sampai hati,
memuji-muji saham-saham dengan kinerja buruk. Para banker, rela, membantu
sebuah korporasi dalam membentuk entitas-entitas bisnis yang meragukan untuk
turut membantu perusahaan tersebut menggelapkan hutang maupun pajaknya. Mereka
juga, mengutamakan, penjualan publik perdana saham-saham unggulan kepada
kawan-kawannya sendiri, bahkan ikutt serta terlibat dalam berbagai kegiatan
yang tidak terpuji.
Akibat
berubahnya etika moral para pelaku dunia keuangan, kerusakan yang timbul bukan
hanya mengenai lingkungan mereka saja, tetapi mempunyai dampak yang besar pada
transformasi perbankan terhadap fungsi perekonomian secara umum.
Untuk
menjalankan bursa saham yang dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan informasi
akurat mengenai nilai suatu perusahaan agar investor bisa membayar harga yang
tepat pada saham yang akan dimilikinya. Akan tetapi, karena perubahan etika
moral, para pelaku dunia keuangan, berani, mengaburkan persoalan-persoalan
inheren perusahaan yang mereka bawa ke pasar atau yang mereka bantu penjualan
sahamnya demi menambah modal perusahaan. Dengan demikian, mereka telah
ikut menurunkan kualitas informasi. Dalam banyak kasus, mereka mengetahui
kondisi riil perusahaan yang mereka tangani, tetapi publik tidak mengetahuinya.
Hal itu, menyebakan keyakinan publik terhadap pasar menjadi turun, dan saat
informasi yang benar terkuak, harga-harga saham menjadi terhempas tajam.
Perubahan
prilaku tersebut, menurut Stiglitz (2003), terjadi berkaitan insentif yang
diperoleh dari penjualan perdana serta transaksi-transaksi lainnya begitu
besar. Dengan menyajikan informasi yang menyesatkan atas sebuah korporasi,
mereka akan memperoleh imbalan yang lebih besar daripada menyajikan informasi
yang akurat. Hal ini terjadi akibat adanya sejumlah perubahan peraturan
(deregulasi) yang membuka sumber konflik kepentingan baru. Hak opsi dan
skema-skema kompensasi dirancang untuk medorong penititikberatan pada
keuntungan saat ini ketimbang hasil jangka panjang.
Para
pelaku dunia keuangan di era ekonomi baru, tidak ubahnya bagai eksekutif
perusahaan. Mereka belajar cara mendorong kenaikan harga saham mereka sendiri
sama seperti mereka membantu orang lain berbuat hal yang sama. Kenaikan harga
saham seharusnya memberikan keuntungan jangka panjang bagi pemegang saham. Akan
tetapi, yang terjadi seringkali pasar hanya menitikberatkan pada jangka pendek,
yakni bottom line hari ini. Akibat imbalan imbalan sang eksekutif
bergantung kepada harga saham hari ini, maka mereka lebih terdorong untuk
menitikberatkan laba hari ini ketimbang menjaga reputasi perusahaan dalam
jangka panjang. Demikian pula yang terjadi pada para analis, mereka semua
menangguk jumlah uang yang besar ketika menggembar-gemborkan informasi yang
tidak sesuai tentang perusahaan-perusahaan yang dijagokan. Akhirnya, para
investor pelanggan mereka yang kurang waspada atau memang miskin informasi
menjadi korban.
Kondisi
tersebut di atas diperparah dengan terjadinya teknik-teknik rekayasa finansial
yang menawarkan cara-cara baru untuk memelintir informasi. Kini lazim, suatu
transaksi tunggal melibatkan banyak pihak. Sebelum era ekonomi baru, pembelian
peralatan hanya melibatkan seorang pembeli dan penjual, atau paling banyak
ditambah dengan keterlibatkan bank sebagai pihak yang meminjamkan uang. Pada
era kini, sebuah perusahaan bisa jadi mensubsewagunakan sepotong piranti
computer kepada sebuah perusahaan yang diciptakan khusus untuk tujuan tersebut.
Kemudian, perusahaan tersebut mensubsewagunakan lagi ke perusahaan lainnya dan
akan membayar uang muka kepada perusahaan tersebut dengan meminjam uang dari
sebuah bank. Untuk memastikan perusahaan tersebut menepati prestasinya,
perusahaan lain itu mendepositkan sejumlah dana pada sebuah bank. Setelah itu
perusahaan tersebut bisa memasukkan modalnya berupa rekening bank dan janji
pembayaran sewaguna ke dalam kemitraan usaha. Setelah waktu tertentu sesuai
dengan penjanjian, mitra perusahaan tersebut akan mengakuisisi perusahaan
tersebut, dan dalam pembukuannya akan dicantumkan kerugian atas kesepakatan
yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, telah terjadi pengurangan
pembayaran pajak. Perusahaan yang diajak untuk terlibat dalam konspirasi ini
bisa banyak perusahaan.
Akal-akalan
akuntansi ini sangat dibangga-banggakan oleh para pembuatnya. Mereka tidak
merasa menyesal atas tindakan mereka dan menilai risikonya terlalu kecil.
Risiko yang akan mereka dapatkan paling-paling hanya Dinas Pajak akan
membatalkan kesepakatan ini dan memaksa perusahaan membayar pajak yang memang
seharusnya mereka bayar. Risiko ini, mereka ibaratkan sebagai fasilitas kredit dari
pemerintah dengan suku bunga yang lebih bagus daripada yang diperoleh
pada pasar yang seharusnya.
Membesarnya
gelembung ekonomi pada era ekonomi baru membuat laba dari pajak menjadi bukan
menjadi masalah utama. Bagi sebagian perusahaan, hal yang utama adalah membuat
pembukuan terlihat bagus. Teknik yang dipakai untuk menipu pajak tersebut di
atas, juga dipakai untuk menipu para pemegang saham dengan sedikit modifikasi.
Peran akuntan, sangat besar dalam menciptakan modifikasi-modifikasi pembukuan
di masa struktur ekonomi yang telah berubah saat ini.
Masalah
yang dihadapi para akuntan pada era ekonomi baru berkembang dan lebih terbuka
peluang untuk memakai keterampilan yang terasah menjadi suatu seni. Selama
bertahun-tahun mereka telah merancang cara standar untuk menangani asset suatu
sektor, dan dengan bangkitnya era ekonomi baru para akuntan harus menghadapi
asset yang begitu sulit untuk dinilai. Akibat perubahan etika moral, para
akuntan pun kemudian terlibat menciptakan segala macam cara baru untuk memanipulasi
angka-angka asset perusahaan. Beberapa perusahaan, kemudian, meraih nilai pasar
yang besar tanpa pernah membukukan laba yang sebenarnya ataupun bila ada laba
tanpa adanya jaminan laba yang berkelanjutan.
Meskipun
seorang akuntan terikat pada aturan-aturan yang telah ditetapkan, tetapi
seorang akuntan yang melakukan tugas auditor dibayar oleh perusahaan yang
mereka audit, sehingga menjadi lumrah bila mereka ingin menyenangkan kliennya.
Di samping itu, perusahaanlah (beserta para eksekutifnya) yang
memutuskan siapa yang hendak disewa sebagai akuntan. Dengan demikian insentif
yang akan diperoleh oleh seorang akuntan sangat tergantung dari
perusahaan-perusahaan yang menggunakannya.
Sejak
lama akuntansi telah merambah dua lini bisnis, yakni konsultasi dan auditing.
Sinergi secara alami terjadi, yaitu membaca teliti pembukuan suatu perusahaan
memungkinkan akuntan memberi saran bagaimana perusahaan itu bisa meningkatkan
labanya, atau menigkatkan laporan labanya. Godaan, kapitalisme uang, dapat
menjadikan tujuan konsultasi bisnis untuk mengampangkan tujuan audit. Sebuah
kantor akuntan yang memperoleh kontrak besar dari sebuah koporasi sebagai
konsultan dapat berpaling muka ketika mendapat bukti praktek kecurangan
akuntansi, bahkan terkadang bisa menyarankan kecurangan itu sendiri. Mereka
dengan mudahnya memberikan metode-metode yang secara teknis tidak melanggar
hokum dan peraturan, tetapi memberikan gambaran yang menyesatkan tentang
perusahaan.
Sinergi
yang seharusnya terjadi antara akuntan dengan bank agar kepentingan publik
terjamin, juga telah ternoda oleh logika kapitalisme uang. Akuntansi yang
bermasalah berarti akuntan tidak mengwasi kekuasaan bank sebagaimana mestinya.
Akibatnya bank menjadi kurang ketat lagi dalam mengawasi perusahaan-perusahaan
yang mereka beri pinjaman. Hal ini menyebabkan sektor perbankan yang bermasalah
akan mempunyai konsekuensi sistemik yang sedemikian besar.
Gembar-gembor
peningkatan persaingan pada era ekonomi baru membawa dampak yang lebih buruk
pada konflik kepentingan para banker. Meningkatnya persaingan, membuat bank
bernafsu merebut laba jangka pendek. Bahkan, terjadi adu cepat untuk menggapai
pasar. Setiap bank tahu bahwa saingannya terlibat praktek serupa, dan bila
tidak bersaing maka mereka akan ketinggalan. Setiap pegawai bank sudah tahu apa
arti sebuah kekalahan persaingan, yaitu bonus berkurang atau bahkan mungkin
dipecat.
Gelembung
ekonomi yang terjadi akibat kapitalisme uang, kemudian bertambah hebat seiring
dengan prilaku yang tidak terpuji dari para pelaku dunia keuangan tersebut.
Semakin besar gelembung yang terjadi, maka semakin besar pula insentif untuk
bertindak agar gelembung terus membesar. Sebenarnya, para banker tahu bahwa
apabila gelembung meletus, sebagian besar kredit yang mereka kucurkan akan macet.
Untuk itu, maka portofolio pinjaman bank sangat bergantung kepada upaya untuk
terus menerus melanggengkan gelembung bursa saham.
Apabila,
para pelaku pasar, memahami apa yang dimainkan oleh kalangan bank, pialang, dan
analis yang bekerja untuk mereka, mungkin mereka akan skeptis terhadap
informasi yang mereka peroleh. Nasib paling malang akan diterima oleh
orang-orang yang telah mengorbankan assetnya untuk mengejar impian dari
riuh-redahnya gelegar kapitalisme uang yang menyilaukan mereka, sedangkan pengetahuan
mereka sangat terbatas terhadap itu semua. Sungguh menyedihkan, kepercayaan
mereka telah direngut tanpa perasaan oleh pihak-pihak yang telah meraup
bergepok-gepok keuntungan.
Penulis:
MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
Konspirasi Finansial
Reviewed by Screamer
on
07:49
Rating:
No comments: