MARKING AND TAGGING FISH
( MENANDAI DAN
PENANDAAN IKAN )
(Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Perikanan
)
Disusun Oleh :
Randy Syafella
(033041111004)
PROGRAM STUDI MANAJEMAN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nyah sehingga penyusun tugas ini dapat di
selesaikan
Tugas ini disusun
untuk di ajukan sebagai tugas Mata Kuliah Biologi Perairan Yang Berjudul “MARKING AND TAGGING
FISH ”
” jurusan sumber daya perairan fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
Terima kasih Disampaikan kepada Dosen mata Kuliah Biologi
Perairan yang telah membimbing dan
memberikan kuliah demi kelancaran tugas ini .
Demikian tugas ini disusun semoga bermanfaat,agar
dapat memenuhi tugas mata kuliah Pengantara Ilmu Perikanan
BABI
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Berbagai cara dipergunakan para ahli untuk melakukan penelitian
biologi perikanan. Salah satu cara yaitu yang disebut tehnik “mark recapture”.
Dasar dari tehnik ini ialah memberikan tanda (mark) pada sejumlah ikan dan
dalam jangka waktu tertentu, menangkapnya kembali (recapture). Dari ikan-ikan
yang tertangkap, peneliti mendapatkan sejumlah data, dan dari data tersebut
dapat diduga apa yang terjadi pada ikan, atau kelompok ikan tertentu dimsa
lalu. Hal-hal yang dapat mungkin diduga ialah: pertumbuhan dan umur, jalur dan kecepatan
ruaya, tingkat kematangan dan besar sediaan, serta sifat-sifat populasi yang
lain.
Tehnik ini mula-mula dipakai untuk mendapatkan beberapa informasi
guna pengelolaan ikan salmon dan ikan trout. Tehnik ini berhasil untuk pertama
kali dilakukan 90 tahun yang lalu ketika CHARLES G. ATKINS, pada tahun 1873 men
“tagged” Salmon Atlantik di Penobscot river dan kemudian tertangkap kembali
sejumlah ikan yang cukup banyak. Meskipun demikian, dalam beberapa tahun
kemudian perkembangan dari penggunaan tehnik ini lambat. Hambatan terutama
disebabkan oleh sulitnya mendapatkan jenis tag yang cocok untuk jenis ikan
tertentu. Baru 25 tahun yang lalu tehnik ini berkembang dan dianggap merupakan
cara yang ampuh untuk mempelajari dinamika populasi.
Tulisan yang disajikan ini hanya merupakan pengenalan saja mengenai
tehnik “mark recapture” tersebut. Aspek-aspek yang dibahas adalah dasar-dasar
dari tehnik ini yang meliputi tipe-tipe penandaan, manfaat dan
kelemahan-kelemahan serta aplikasi tehnik ini untuk pendugaan besaran sediaan
(stock). Tulisan ini jauh dari lengkap untuk digunakan sebagai panduan untuk
mempelajari dinamika populasi. Pada saat ini, dengan berkembangnya matematika,
maka analisis data yang didapat dari tehnik ini makin berkembang dan tidak
sesederhana seperti yang terdapat dalam tulisan ini. Meskipun demikian penulis
berharap bahwa tulisan ini dapat merangsang peneliti-peneliti muda untuk
mengembangkan tehnik ini dalam penelitian Biologi Perikanan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Jenis Penandaan Yang Dipakai
Dan Faktor Yang Menentukan
Sampai saat ini banyak sekali macam penandaan yang dipakai dalam
penelitian biologi perikanan. Tetapi pada dasarnya hanya ada dua kelompok cara
pemberian tanda pada ikan:
1.
Marking, yaitu
pemberian tanda pada ikan dengan cara memotong dan melubangi anggota tubuh
(mutilasi), menggambari tubuh (tattoo), dan mewarnai tubuh. Diantara cara
penandaan tersebut, yang paling banyak digunakan ialah pemotongan sirip dan
melubangi tutup insang.
2.
Tagging, ialah
pemberian tanda pada tubuh ikan dengan menempelkan benda asing. Beberapa
material telah dipakai untuk tag pada ikan, dan menurut ROUNSFELL dan EVERHART
(1953) paling sedikit ada 12 jenis metal dan senyawaan metalik ditambah dengan
beberapa material seperti ebonit, tulang, kulit dan celluloid, sutera dan
karet. Dalam tahun-tahun terakhir ini, berbagai jenis plastik banyak digunakan
sebagai tag.
Cara pemberian tanda dan pemakaian tanda yang baik banyak
menimbulkan masalah. Menurut EFFENDI (1978) tanda yang baik seyogyanya memenuhi
syarat sebagai berikut:
1.
Tanda
tidak berubah selama ikan hidup.
2.
Tidak
mengganggu tingkah laku ikan sehingga mudah ditangkap oleh pemangsa.
3.
Tidak
mudah menyebabkan tersangkut pada
tanaman akustik.
4.
Tanda
itu murah dan mudah diperoleh.
5.
Tepat
untuk tiap ukuran ikan dengan penyesuaian yang minimal.
6.
Mudah
diterapkan pada ikan tanpa menggunakan zat pembius dan gangguan “stress”
diusahakan sekecil mungkin.
7.
Cukup
banyak variasi untuk membedakan
kelompok-kelompok ikan yang kecil perbedaannya.
8.
Tidak
menyebabkan kesehatan ikan terganggu.
9.
Tidak
berbahaya atau menyebabkan bahaya pada ikan sebagai ikan pangan.
10.
Tanda
mudah dikenal oleh orang yang tidak mendapat latihan sekalipun.
Pemilihan salah satu tanda dari beberapa jenis penandaan tergantung
pada berbagai faktor (ROUNSFELL 1975) yaitu:
·
Jumlah
dan sifat organisme yang akan ditandai
·
Kecepatan
pemberian tanda
·
Lama
waktu yang diharapkan tanda masih dikenal
·
Mudah
atau sukarnya menangani ikan
·
Bagaimana
cara penangkapan kembali.
2.2
Manfaat
Dan Kelemahan Dari Suatu Cara Penandaan
2.2.1 Mutilasi
Cara mutilasi dipergunakan terutama untuk penandaan terhadap ikan
yang jumlahnya besar dan dan berukuran kecil.keuntungan dari cara ini ialah
pelaksanaannya cepat sehingga dalam waktu singkat dapat ditandai sejumlah besar
ikan. Pada cara ini yang biasa dilakukan adalah pemotongan sirip atau
pelubangan tutup insang. Tetapi karena sifat regenerasi beberapa jenis ikan
yang cepat, bagian-bagian tubuh tersebut dalam waktu relatif singkat dapat
pulih kembali mendekati asal. Maka dalam percobaan ini penangkapan kembali
harus dilakukan dalam waktu cepat.
2.2.2
Zat
Warna
Untuk percobaan yang dilakukan dalam waktu singkat, penandaan
dengan mencelupkan pada zat warna merupakan cara yang praktis. Sebagai contoh
misalnya, anak-anak ikan Salmon ditandai dengan mencelupkan pada zat warna dan
dikembalikan ke sungai. Dalam beberapa jam atau hari, sebagian ditangkap lagi
pada saat mereka beruaya kehilir menuju kelaut. Perbandingan antara ikan yang
diwarnai dan yang tidak dapat dipakai untuk memperkirakan jumlah anak salmon
yang meninggalkan sungai. Keuntungan cara ini ialah cocok dipakai untuk
penandaan bentuk larva atau juvenil yang sensitif terhadap handling dan juga
memungkinkan kerja yang cepat sehingga baik untuk diterapkan pada percobaan
yang memerlukan contoh dalam jumlah besar. Tetapi, biasanya warna tidak tahan
lama sehingga untuk percobaan yang memerlukan jangka waktu relatif lama, cara
ini tidak cocok. Selain dari itu, untuk jenis-jenis hewan akuatik yang
mengalami pergantian kulit (moulting) seperti bangsa udang-kepiting, jelas
tidak dapat diterapkan.
Terhadap bangsa udang-kepiting (Crustacea), telah dikembangkan
dengan cara suntikan hipodermis dari sejumlah kecil zat warna yang dilarutkan
dalam akuades. Zat warna tersebut pertama kali mewarnai seluruh tubuh, tetapi
dalam waktu 24 jam semua zat warna terkonsentrasikan dalam insanh sehingga
kepala (thorax) udang berwarna cemerlang dan dengan demikian mudah dibedakan
dari yang tidak berwarnai. Cara ini sangat berhasil untuk mempelajari berbagai
aspek biologi udang di teluk Meksiko. Keuntungan utama cara ini ialah tidak
terpengaruh oleh pergantian kulit (moulting) dan dapat juga diterapkan pada
biota yang berukuran kecil.
Zat warna yang dapat dipakai terbatas warnanya, sehingga jenis
percobaan yang dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan juga terbatas. Satu
kelemahan lagi ialah apabila warna yang dipakai mendekati warna biota
percobaan, akan berakibat sulit mendeteksinya.
2.3
Zat
Warna Fluoresen Dan Fosforesen
Keuntungan cara ini ialah apabila dikombinasikan dengan cara
penyuntikan zat warna diatas, memungkinkan aneka ragam percobaan dapat
dilakukan serentak. Juga pada biota yang berwarna hampir sama dengan zat warna
yang dapat dipakai, dapat dipergunakan cara ini. Berbagai warna fluoresen dalam
jumlah kecil dapat dibedakan dengan alat fluorometer melalui perbedaan panjang
gelombang. Meskipun demikian cara ini tidak dapat diterapkan pada semua hewan
akustik, karena beberapa jenis hewan akustik juga ada yang berfluoresen.
2.3.1
Tattoo
Untuk penandaan sementara, pemberian tattoo dengan jarum listrik
dapat diterapkan untuk ikan-ikan berukuran kecil yang berjumlah besar, karena
kecepatan operasinya. Pemberian tanda dengan cara ini tidak dapat bertahan lama
sehingga dalam percobaan yang membutuhkan waktu lama tidak dapat diterapkan.
2.3.2
Tag
Material yang dipilih untuk tag tergantung pada beberapa faktor:
1.
Lama waktu dilakukan penangkapan kembali
Jika jangka waktu penangkapan kembali pendek, banyak pilihan yang
dapat dilakukan. Apabila waktunya lama, maka harus dipilih material yang tidak
berkarat atau yang dapat mengalami perubahan.
2.
Tempat pemasangan tag.
Untuk tag eksternal, material yang tidak berkarat sangat
dianjurkan, terutama jika jangka waktu percobaan berlangsung lama. Untuk tag
yang dimasukkan dalam rongga tubuh (internal), material nonstainless steel
dapat dianjurkan untuk dipakai.
3.
Cara pengenalan kembali.
Dengan
penglihatan. Ukuran tag
harus cukup besar dan berwarna menyolok. Pengenalan dari hasil tangkapan
nelayan harus bersifat mudah dikenal sewaktu nelayan mensortir ikan tersebut.
Suatu hal yang paling penting untuk dipertimbangkan ialah bagaimana sifat
nelayan menagani hasil tangkapannya, untuk menentukan penempatan tag supaya
mudah dilihat.
Dengan
memancarkan suara bawah air. Tag
dapat memancarkan suara dari transmitter baterai. Jenis ini sangat berguna
untuk menentukan atau melacak gerakan ikan, misal ikan anadromus dalam usahanya
menemukan dan melalui fishways.
Dengan
tehnologi tinggi dapat dibuat jenis tag ini dalam ukuran kecil sehingga dapat
dimasukkan dalam perut ikan. Tetapi jenis tag ini berfungsi selama baterai
masih berfungsi. Jadi tergantung sampai berapa lama kekuatan baterainya. Selain
itu untuk ikan-ikan yang jarak atau jangkauan ruayanya amat jauh, cara ini
sulit diterapkan karena kekuatan alat yang menerima pancaran terbatas.
Dengan
elektromagnet atau detektor elektromagnetik.
Cara
ini diterapkan pada ikan-ikan kecil yang ditangkap dalam jumlah besar. Dalam
pemrosesan ikan untuk dijadikan suatu produk tertentu, elektromagnet dapat
memisahkan tag dari daging ikan. Cara ini hanya dapat dipakai untuk mengetahui
lokasi-lokasi penangkapan ikan-ikan yang bercampur dalam pabrik pemrosesan.
Cara ini cukup mahal dan tidak dapat digunakan untuk berbagai tujuan percobaan.
Dengan radioaktivitas. Jenis tag ini telah dikembangkan dengan material radioaktif
bertingkat rendah, menyerupai “radium dial” dari jam tangan. Ia dapat dideteksi
dengan alat yang mengukur radioaktivitas ikan pada alat yang memindahkan ikan
dari kapal ke pabrik. Cara penandaan dengan jenis-jenis tag ini dapat dilakukan
pada sejumlah besar ikan, tetapi cara penemuan kembali sangat spesifik sehingga
membatasi jenis percobaan yang dapat dilakukan. Penerapannya pada jenis-jenis
ikan juga terbatas, dan selain itu berfungsinya tag tergantung dari lama “half
life” bahan radioaktif yang digunakan.
2.4
Perkiraan Besaran Populasi
Pendugaan besaran populasi merupakan aspek yang sangat penting di
dalam pengelolaan perikanan. Dengan diketahuinya besar populasi suatu jenis
ikan, maka dapat diatur jumlah alat tangkap yang boleh beroperasi di suatu
perairan ataupun dapat dibatasi jumlah ikan yang boleh ditangkap. Uraian
berikut adalah dasar-dasar yang dipakai dalam usaha pendugaan besaran populasi
dengan tehnik “mark-recapture”.
2.4.1
Asumsi
Yang Dipakai
Penandaan pada ikan dapat dipakai untuk menduga besaran populasi.
Pada prinsipnya sangat sederhana dan berdasar pada berbagai variasi cara yang
berasal dari cara yang dipakai PETERSEN.
Cara PETERSEN terdiri dari penandaan yang dilakukan pada saat dan
pengambilan contoh dilakukan satu saat juga. Misalkan suatu populasi N ikan dan jumlah ikan yang diberi tanda T.
Situasi yang paling mudah didapatkan apabila:
·
Ikan
yang bertanda tersebar secara acak di dalam populasi dan
·
Upaya
pengambilan contoh juga dilakukan tersebar secara acak.
Maka rasio
jumlah ikan yang bertanda dalam populasi sebanding dengan rasio ikan bertanda
yang tertangkap kembali dengan jumlah contoh. Apabila m adalah ikan bertanda
dalam contoh yang besarnya n maka :
Kemudian didapatkan N =
Dari rumus yang sederhana ini kemudian terjadi
penyempurnaan-penyempurnaan. Demikian juga dengan metoda-metoda pengambilan
contohnya. Tetapi semuanya masih berdasar rumus yang sederhana tadi. Pemakaian
rumus-rumus tersebut dengan sendirinya berlaku apabila asumsi-asumsi de bawah
ini dipenuhi:
1.
Ikan
bertanda mengalami mortalitas alami yang sama dengan ikan yang tidak bertanda.
2.
Ikan
bertanda mempunyai kepekaan yang sama dengan ikan yang tidak bertanda terhadap
upaya penangkapan yang dilakukan.
3.
Ikan
yang diberi tanda tidak hilang tandanya.
4.
Ikan
yang diberi tanda berbaur secara acak dengan ikan yang tidak bertanda dan
sebaran dari upaya penangkapan sebanding dengan jumlah ikan yang berada pada berbagai
bagian perairan.
5.
Semua
ikan bertanda dapat dikenali kembali dan dilaporkan apabila tertangkap.
6.
Rekrutmen
demikian kecil dibandingkan dengan besar populasi pada saat penangkapan
sehingga dapat diabaikan.
Semua kondisi di atas merupakan syarat-syarat umum untuk melakukan
percobaan dari tipe-tipe ini dan akan dibicarakan secara terperinci.
2.4.2
Kelemahan-Kelemahan
Setiap metoda penelitian tentu mempunyai kelemahan-kelemahan dan
keterbatasan-keterbatasan tertentu. Hal tersebut hendaknya disadari, sebab pada
dasarnya tiada satupun metoda yang sempurna. Dengan disadarinya
kelemahan-kelemahan dan keterbatasan tersebut, maka kita menjadi lebih
hati-hati dalam pelaksanaannya maupun dalam analisanya. Beberapa kelemahan
tersebut akan diuraikan di bawah ini.
1.
Perbedaan mortalitas.
Suatu pengaruh yang sering terjadi akibat penandaan adalah
mortalitas ekstra di antara ikan-ikan bertanda, baik sebagai akibat langsung
dari penandaan maupun tidak langsung dari kecelakaan karena “handling” atau
operasi penandaan. Dalam dua kejadian tersebut jumlah penangkapan kembali akan
menjadi terlalu rendah. Jadi pendugaan populasi yang dilakukan dari kejadian
ini akan terlalu besar.
2.
Perbedaan kepekaan dari ikan bertanda dan tidak bertanda.
Sumber kesalahan yang lebih jelek ialah kecenderungan ikan bertanda
lebih atau kurang peka terhadap penangkapan daripada ikan yang tidak bertanda.
Kecenderungan ini mungkin disebabkan beberapa hal:
a.
Tag
yang dipakai mungkin membuat ikan menjadi lebih atau kurang peka terhadap
penangkapan. Pada ikan Bluegill yang diberi tanda pada rahangnya kurang peka
terhadap pancing daripada yang tidak bertanda. Contoh lain, ikan salmon yang
diberi tanda dengan lempeng ganda yang dihubungkan dengan kawat melalui
tubuhnya lebih peka terhadap gillnet daripada yang tidak bertanda, karena tanda
lebih mudah tersangkut pada gillnet.
b.
Suatu
hal yang paling umum adalah perbedaan kelakuan sebagai hasil dari penandaan
(tagging atau marking). Menangkap dan memberi tanda terhadap ikan adalah suatu
“stress” fisiologis dan mungkin juga merupakan gangguan psikologis. Maka tidak
mengherankan apabila didapatkan kelakuan yang berbeda setelah itu, baik dalam
jangka lama maupun singkat. Contoh: ikan Centrarchid yang diberi tanda ketika
dilepaskan pertama kali biasanya berenang kebawah dan menyelinap kedalam
tumbuhan akustik. Kecenderungan yang sama, sebagai suatu perlawanan, mungkin
membuat mereka lebih cenderung memasuki mulut perangkap daripada ikan tidak
bertanda. Setiap jenis ikan setelah diberi tanda mungkin menghindari makanan
dan karenanya lebih sedikit tertangkap dengan pancing. Apabila penandaan
membuat ikan lebih sulit berbelok, maka ikan tersebut cenderung berkurang
kemungkinannya untuk tertangkap dengan alat penangkap pasif seperti bubu dan
gillnet, tetapi lebih mudah tertangkap dengan alat penangkap aktif seperti
seine dan trawl. Pada jenis-jenis ikan tertentu, tag mungkin meransgsang ikan
bergerak lebih banyak dalam beberapa hari atau beberapa Minggu setelah
penandaan.
3.
Hilangnya tanda.
Sumber kesalahan lain dalam perkiraan populasi disebabkan oleh
hilangnya tag atau mark, pada pengikatan tag, cara pengikatan harus permanen,
kalau tidak akan mudah terlepas, cara pengikatan yang tidak baik kadang-kadang
ditemukan apabila diadakan pengamatan contoh dengan melihat lebih dekat dan
teliti.
Apabila
digunakan marking, hilangnya marking mungkin saja terjadi. Cara mutilasi ada
juga kelemahannya yaitu apabila sifat regenerasi ikan sedemikian rupa sehingga
anggota tubuh yang dipotong atau dilubangi dapat pulih seperti sediakala. Pada
kebanyakan ikan, sirip perut beregenerasi tidak sempurna sehingga dapat
dibedakan dengan pengamatan yang cepat.
4.
Ikan tidak berbaur secara acak.
Di alam, biota cenderung tersebar secara tidak acak. Apabila
demikian, harus ditentukan dahulu bagaimana kira-kira pola penyebarannya.
Misalkan di suatu danau, pada suatu bagiannya sejenis ikan densitasnya lebih
tinggi daripada bagian danau yang lain. Maka pengambilan contoh juga harus
dilakukan acak pada kedua bagian danau tadi dan dihitung masing-masing
populasinya. Hasil kedua perhitungan dijumlahkan untuk mendapatkan perkiraan
populasi total. Apabila tidak dilakukan demikian akan terjadi hasil perhitungan
yang biasa. Hal tersebut umum terjadi di alam dan jarang ada biota yang
tersebar secara acak.
5.
Ikan bertanda yang tertangkap tidak dilaporkan.
Apabila peneliti bukan sebagai agen untuk melakukan penangkapan
kembali, maka ada kemungkinan penangkapan ikan bertanda yang tertangkap tidak
dilaporkan oleh nelayan. Peristiwa ini sangat relevan dengan keadaan Indonesia
mengingat tingkat pendidikan nelayan yang masih rendah. Kalu seandainya
dikembalikan, masih ada persoalan lagi apakah hasil tangkapan ikan yang tidak
bertanda juga dilaporkan atau dapat diketahui jumlahnya? Jika tidak, maka
perkiraan besar populasi juga tidak dapat diakukan.
6.
Jumlah rekrutmen tidak dapat diabaikan.
Persyaratan bahwa rekrutmen
harus demikian kecil dibandingkan dengan populasi pada saat penangkapan kembali
sering tidak dapat dipenuhi, apabila tidak dapat dipenuhi, dugaan populasi
menjadi terlalu besar. Untuk menghindari hal tersebut maka waktu penandaan dan
waktu penandaan dan penangkapan kembali jaraknya harus demikian sempit sehingga
tidak memungkinkan terjadinya rekrutmen atau rekrutmen demikian kecil sehingga
dapat diabaikan. Atau kalau rekrutmen terjadi juga mungkin belum dapat
tertangkap dengan alat tangkap yang dipakai, atau ukuran rekrut dapat
dipisahkan dari populasi semula.
2.4.3
Jumlah
Contoh Yang Harus Diambil
Dalam pemakaian
rumus PETERSEN, jumlah contoh yang diambil untuk penangkapan kembali merupakan
persyaratan yang penting. Menurut ROBSON dan REGIER (dalam JONES 1976) perlu
diambil contoh yang cukup besar dalam penangkapan kembali (n), paling tidak
sama atau melebihi jumlah individu yang tidak bertanda, supaya tidak terjadi
bias. Hal ini hampir tidak pernah dapat diterapkan pada suatu populasi. Lebih
lanjut mereka menyimpulkan bahwa supaya bias yang terjadi dapat diabaikan, maka
hasil perkalian antara T x n harus melebihi besar populasi.
Untuk memenuhi
persyaratan di atas sulit bagi populasi ikan yang jumlahnya besar. Dapat
dibayangkan berapa besar contoh yang diambil di Selat Bali umpamanya, atau Ikan
Layang di laut Jawa. Belum lagi masalah penentuan banyaknya populasi di suatu
perairan, misalnya populasi Ikan Layang di Laut Jawa. Jadi dapat dikatakan
tidak mungkin menduga besaran populasi di laut lepas, cara ini lebih bermanfaat
dipakai untuk mempelajari ruaya dan juga pertumbuhan individu ikan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penandaan dan teknik menandai Ikan penting untuk
setiap ahli biologi perikanan. Menandai ikan
memungkinkan ahli biologi untuk mengumpulkan berbagai macam informasi. Teknik menandai tertentu memungkinkan ikan untuk dilacak memberikan
ahli biologi lebih memahami gerakan dan pola migrasi. Lain tanda dan merebut
kembali metode memberikan perkiraan populasi, pertumbuhan ikan, dan perkiraan ikan dan
kematian alami. Ketika menandai ikan penting
bagi seorang ahli biologi untuk
berpikir tentang alasan untuk
menandai. Apakah penting untuk
dapat mengidentifikasi ikan individu atau sekelompok
ikan? Apakah tanda
mempengaruhi perilaku ikan atau kematian meningkat? Bagaimana kemungkinan bahwa tag tersebut
akan hilang atau salah
mengartikannya? Di bawah ini adalah
daftar berbagai penandaan dan metode penandaan dengan
deskripsi masing-masing metode. Daftar ini dipisahkan menjadi
tiga kategori terpisah: tanda
biologi, kimia, dan
fisik.
DAFTAR
PUSTAKA
EFFENDI, M.I., 1978. Biologi
Perikanan Bag. II: Dinamika Populasi Ikan. Fak. Perikanan – IPB : 58 pp.
JONES, R., 1976. The use of marking data in fish Population
analysis. FAO Fish. Tech. Papers No.
153 : 42 pp.
JONES, R., 1977. Tagging: Theoretical Methods and practical difficulties.
In: Fish Population Dynamics (J.E.
GULLAND ed.), Chap. 3 : 46-66.
POOLE, R.W., 1974. An
introduction to Quantitative Ecology. Mc Graw Hill, Kogakusha: 542 pp.
RICKER, W.E., 1958. Handbook of computations for biological
statistics of fish Population. Bull.
Fish. Res. Board. Canada 199 : 300 pp.
ROUNSFELL, G.A., 1975. Ecology,
utilization, and Management of marine fisheries. Mosby comp. Saint Louis.
ROUNSFELL, G.A., and W.E. EVERHART 1953. Fishery Science its Methods and Aplications. John Wiley & Sons,
New York: 444 pp.
MARKING AND TAGGING FISH ( MENANDAI DAN PENANDAAN IKAN )
Reviewed by Screamer
on
04:03
Rating:
No comments: