LAPORAN PRAKTIKUM
PARASIT DAN PENYAKIT
PADA IKAN NILA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.
Harapan Penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Makalah ini Penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ikan merupakan salah satu kendala dalam usaha
budidaya perikanan. Hal ini disebabkan karena wabah penyakit dapat menimbulkan
kematian ikan maupun udang budidaya. Tingginya tingkat kematian ikan budidaya
dapat menurunkan produksi perikanan sehingga nilai pendapatan yang diperoleh
menjadi turun jika dibandingkan dengan jumlah modal yang harus dikeluarkan
untuk keperluan budidaya seperti pembelian benih, pakan, pembuatan tambak atau
kolam, upah tenaga kerja dan lain sebagainya. Disamping itu, ikan yang sakit
juga akan memiliki nilai jual yang jauh lebih rendah dari kondisi normal
terlebih untuk ikan-ikan yang dijual dalam kondisi hidup seperti kerapu dan
lobster.
Berdasarkan penyebabnya, penyakit pada ikan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Penyakit infeksi
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi patogen kedalam tubuh inang.
Patogen penyebab penyakit pada ikan dapat berupa virus, bakteri, parasit dan
jamur (Lavilla Pitogo, 2001). Sedangkan penyakit non-infeksi merupakan penyakit
yang disebabkan oleh selain infeksi patogen, misalnya penurunan kualitas
lingkungan, kekurangan pakan (malnutrisi), dan cacat secara genetik
(Erazo-Pagador, 2001).
Organisme yang diserang penyakit pada umumnya berasal dari
kelompok hama, parasit, dan non parasit. Namun, yang paling banyak menimbulkan
kerugian adalah penyakit yang disebabakan oleh parasit. Penyakit yang
disebabakan oleh parasit biasanya sulit untuk dideteksi oleh para petani ikan
karena terdapat banyak parasit yang dapat menimbulkan penyakit dengan gejala
yang sama. Kerugian yang ditimbulkan oleh parasit bergantung pada beberapa
faktor, yaitu umur biota yang sakit, persentase populasi yang terserang
penyakit, parahnya penyakit, dan adanya infeksi sekunder. Parasit yang dapat
menyerang organisme budidaya adalah dari jenis virus, bakteri, jamur, protozoa,
golongan cacing dan udang renik. Serangan parasit biasanya terjadi pada kolam
yang kualitas airnya buruk atau kolam yang tidak terawat.
Faktor lain yang membuat serangan parasit susah dicegah
adalah minimnya peralatan yang dimiliki untuk mendeteksi parasit tersebut. Hal
ini sangat membahayakan para petani ikan karena akan menimbulkan kerugian yang
sangat besar. Untuk itu, sebagai mahasiswa yang akan berkecimpung di dunia
budidaya perairan, maka perlu dilatih dasar-dasar untuk mendeteksi parasit yang
menyerang ikan agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari setelah
menyelesaikan studinya nanti.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dari Laporan ini adalah:
1. Untuk
mengetahui jenis-jenis parasit yang menginfeksi ikan Nila
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Parasit Dan Penyakit Ikan
Menurut definisinya penyakit diartikan sebagai suatu proses
atau kondisi yang abnormal dari tubuh atau bagian-bagian tubuh ikan yang
mempunyai suatu karakteristik yang membedakannya dengan keadaan normal
(Manoppo, 1995). Hama merupakan mikroorganisme atau makroorganisme yang
mengakibatkan penyakit atau sering disebut organisme patogen. Lebih lanjut
Afrianto dan Liviawaty (1992), menerangkan bahwa penyakit merupakan bagian dari
siklus hidup suatu organisme yang bersifat parasit yang menggangu terhadap
organisme lain yang ditumpanginya.
Hama dan Penyakit Ikan (HPI) adalah semua organisme yang
dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian pada ikan, sesuai
dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 1992 pasal 1 ayat 3, sedangkan pasal 1 ayat 5
menyebutkan bahwa Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) adalah semua hama dan
penyakit ikan yang ditetapkan pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam atau
tersebarnya di dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
Pengendalian penyakit perlu dilakukan secara dini. Berkaitan
dengan upaya penanggulangan dan pemberantasan penyakit diperlukan informasi
mengenai jenis patogen, jenis ikan yang terserang dan waktu kejadiaannya
(Hoffman 1987). Infeksi jamur pada ikan biasanya disebabkan
oleh jamur dari genus Spaprolegniadan Achyla.
Jamur biasanya hanya akan menyerang jaringan luar tubuh
ikan yang rusak sebagai akibat luka (Ulcer) atau penyakit lain. Jamur
dapat pula menyerang telur ikan. Selain karena luka, kehadiran jamur dapat pula
disebabkan atau dipicu oleh kondisi air akuarium yang buruk, baik secara
fisik maupun kimia. Ikan-ikan berusia tua diketahui sangat rentan terhadap
infeksi jamur.
Pada saat ini, dengan banyaknya fungisida (obat anti
jamur), maka serangan jamur sedikit banyak akan dapat ditangani dengan lebih
mudah. Saat ini, jamur yang termasuk berbahaya dan tergolong Hama Penyakit Ikan
Karantina yaitu Aphanomyces astacii. Jamur ini menyebabkan penyakit yang sering
disebut EUS (Epizootic Ulcerative Syndrome). Namun masih jarang sekali jamur
ini ditemukan (anonim, 2011).
Protozoa merupakan hewan uniseluler yang hidup soliter atau
berkoloni, diperkirakan 50.000 spesies Protozoa yang sudah teridentifikasi.
Habitat Protozoa adalah air laut, payau, air tawar, daratan yang lembab dan
pasir kering. Sebagian besar Protozoa hidup bebas dan menjadi makanan organisme
yang lebih besar. Beberapa Protozoa hidup sebagai parasit, diantaranya parasit
pada ikan, yaitu : Tichodina, Ichthyoptirius, danHeneguya (Suwignyo
dkk., 1997). Parasit Protozoa dapat besifat fakultatif, obligat, ektoparasit
dan endoparasit (Mollers dkk., 1986).
Noble dan Noble (1989), menyatakan bahwa berdasarkan alat
geraknya Protozoa dibedakan atas lima golongan yaitu : Sarcomastighopora,
Sarcodina, Apicomplexa, Ciliophora dan Myxozoa. Sarcomastighopora mencakup
kelompok Mastighopora yang menggunakan flagella sebagai alat
geraknya dan meliputi semua Protozoa yang memiliki satu atau lebih flagel pada
seluruh stadia dalam siklus hidupnya.
Sebagian besarMastighopora hidup bebas,
ditemukan pada berbagai habitat tetapi banyak yang bersimbiosis (komensalisme,
mutualisme dan parasitisme) dengan vertebrata dan avertebrata. Mastighopora dibagi
dalam tiga kelas, yaitu : Phytomastighopora, Zoomastighopora dan Opalinata.
Phytomastighopora yang bersifat parasit pada ikan adalah Amyloodinium
pillularis.
Parasit ikan yang berasal dari kelas Zoomastighoporaadalah Ichtyobodo
necatrix yang menginfeksi kulit dan insang berbagai ikan air tawar.Cryptobia menginfeksi
insang, usus dan darah ikan air tawar dan air laut (Grabda, 1991).
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani ‘platy’ yang berarti pipih
dan ‘helminthes’ yang berarti cacing.
Filum ini merupakan kelompok hewan yang peratama kali
memeprlihatkan pembentukkan lapisan ketiga (mesodermis). Keberadaan mesodermis
pada embrio memungkinkan terbentuknya sebagian besar system organ pada
Platyhelminthes. Terbentuknya mesodermis dan system organ bersamaan dengan
pembentukkan daerah anterior, posterior dan terjadinya simetri bilateral. Tubuh
bagian anterior merupakan bagian yang pertama kali berhadapan dengan lingkungan
pada saat berjalan dan mempunyai indera paling banyak dibandingkan posterior
(Suwignyo dkk., 1997).
Filum platyhelminthes tidak memiliki organ khusus untuk
bergerak. Gerakannya merupakan akibat dari kontraksi kantung dermomuskular.
System reproduksi berkembang sangat baik dan mengisi hampir seluruh tubuhnya.
Filum Platyhelminthes terdiri dari empat kelas, yaitu Monogenea, Cestodaria,
Cestoda dan Trematoda (Grabda, 1991).
2.2 Penyakit atau
parasit pada kulit.
Penyakit atau parasit ini menyerang bagian kulit ikan
sehingga dengan mudah dapat dideteksi. Apabila organisme penyebabnya berukuran
cukup besar, maka dengan mudah dapat langsung diidentifikasi. Akan tetapi bila
berukuran kecil harus di identifikasi dengan mempergunakan sebuah mikroskop
atau dengan mengamati akibat yang timbulkan oleh serangan organisme-organisme
tersebut.
Biasanya ikan yang terserang akan terlihat menjadi pucat dan
timbul lendir secara berlebihan. Organisme yang menyerang bagian kulit dapat
berasal dari golongan bakteri, virus, jamur atau lainnya. Bila disebabkan oleh
jamur, maka akan terlihat bercak-bercak berwama putih, kelabu atau
kehitam-hitaman pada kulit ikan.
Ikan yang mengalami serangan penyakit atau parasit pada
kulitnya, biasanya akan menggosok-gosokkan badannya kebenda-benda
disekelilingnya sehingga sering kali menimbulkan luka baru yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder.
2.3
Penyakit atau parasit pada insang.
Penyakit atau parasit yang menyerang organ insang agak sulit
untuk dideteksi secara dini karena menyerang bagian dalam ikan. Salah satu cara
yang dianggap cukup efektif untuk mengetahui adanya serangan penyakit atau
parasit pada insang adalah mengamati pola tingkah laku ikan. Ciri utama ikan
yang terserang organ insangnya adalah menjadi sulit untuk bernafas.
Selain itu, tutup insang akan mengembang sehingga sulit
untuk ditutup dengan sempurna. Jika serangannya sudah meluas, lembaran-lembaran
insang menjadi semakin pucat. Sering pula dijumpai adanya bintik-bintik merah
pada insang yang menandakan telah terjadi pendarahan (peradangan). Jika
terlihat bintik putih pada insang, kemungkinan besar di sebabkan oleh serangan
parasit kecil yang menempel.
2.4
Penyakit atau parasit pada organ dalam.
Ciri utama ikan yang terkena serangan penyakit atau parasit
pada organ (alat-alat) dalamnya adalah terjadi pembengkakan di bagian perut
disertai dengan berdirinya sisik. Akan tetapi dapat terjadi pula bahwa ikan
yang terserang organ dalamnya memiliki perut yang sangat kurus.
Jika pada kotoran ikan sudah dijumpai bercak darah, ini
berarti pad usus terjadi pendarahan (peradangan). Jika serangannya sudah
mencapai gelembung renang biasanya keseimbangan badan ikan menjadi terganggu
sehingga gerakan berenangnya jungkir balik tidak terkontrol (Sachlan, 2002).
2.5
Saprolegniasis
Saprolegniasis adalah
Penyakit yang disebabkan oleh jamur yang
disebut Saprolegnia sp. Saprolegnia SP merupakan jenis utama jamur air yang
berhubungan dengan infeksi jamur terhadap ikan dan telur yang berada dalam air
tawar
2.5.1 Klasifikasi Jamur Saprolegnia SP :
Kingdom : Fungi
Divisi : Oomycotina
Phylum : Phycomycetes
Class : Oomycetes
Ordo : Saprolegnialis
Famili : Saprolegniaceae
Genus : Saprolegnia
Spesies : Saprolegnia SP
2.5.2 Ciri Morfologi Jamur Saprolegnia
Sp
Jamur saprolegnia memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a.Memiliki filament
b. Memiliki sporangium yang berdiameter
100 mikron, lebih lebar dari hifanya.
c. Tidak bersekat
d. Miseliumnya berkembang di dalam
substrat.
e. Pada bagian ujung miseliumnya
terdapat sporangium
2.5.3 Siklus Hidup Dan Reproduksi
Saprolegnia SP
mempunyai lingkar kehidupan yang kompleks, yang meliputi kedua reproduksi
seksual dan aseksual. Reproduksi seksual melibatkan produksi dari antheridium
dan oogonium gametangia, yang disatukan untuk fertilisasi. Spora aseksual dari
saprolegnia melepaskan motile, zoospora utama. Zoospora utama hanya aktif dalam
beberapa menit sebelum mereka encyst, berkecambah dan melepaskan zoospora
kedua. Zoospora kedua lebih motile dalam periode waktu yang panjang dari pada
zoospora utama dan dianggap sebagai bentuk pelepasan utama dari saprolegnia.
Pengulangan lingkar
dari encystment dan pelepasan, disebut “polyplanetism” , membiarkan zoospora
kedua untuk membuat beberapa usaha menempatkan substrat yang cocok. Zoospora
kedua menganggap infeksi spora dari Saprolegnia SP. Encystment (proses
pengkistaan) berikutnya, zoospora kedua melepaskan rambutnya untuk penyerangan.
Rambut tersebut juga digunakan untuk pengapungan, untuk mengurangi rata-rata
sedimentasi, dan untuk pengenalan rangsangan sekumpulan fungal. Lebih dari
spesies pathogenic dari Saprolegnia SP mempunyai rambut bengkok yang panjang.
Perbedaan spesies dari saprolegnia mampu untuk berkecambah dibawah kondisi
lingkungan dan tingkat gizi yang berbeda. Jamur ini dapat tumbuh pada selang
suhu 0-35 °C, dengan selang pertumbuhan optimal 15-30 °C, yang hidup pada
habitat air tawar dan untuk mendapatkan makanan mereka hidup secara saprofit
atau parasit.
2.5.4 Infeksi Saprolegniasis
Saprolegnia SP
merupakan jenis utama jamur air yang berhubungan dengan infeksi jamur terhadap
ikan dan telur yang berada dalam air tawar. Infeksi ikan oleh saprolegnia
disebut “saprolegniasis”. Pada umumnya, Saprolegnia SP akan menyerang bagian
tubuh ikan yang terluka, dan selanjutnya dapat pula menyebar pada jaringan
sehat lainnya.
Serangan Saprolegnia SP biasanya
berkaitan dengan kondisi kualitas air yang buruk, seperti:
1.
Sirkulasi air rendah
2.
Kadar oksigen terlarut rendah
3.
Kadar amonia tinggi
Kehadiran Saproglegnia
SP sering pula disertai dengan kehadiran infeksi bakteri Columnaris, atau
parasit eksternal lainnya. Pada ikan, Saprolegnia SP menyerang
jaringan-jaringan epidermis, pada umumnya bermula dari kepala atau sirip dan
dapat menyebar ke seluruh permukaan tubuh. Jamur akan tumbuh menempel pada
jaringan otot dibawah kulit. Saprolegnia SP juga menginfeksi telur yang hampir
mati dengan adhesi dan penetrasi terhadap membran telur dan dapat menyebarkan
dari telur yang mati ke telur yang hidup.
2.6 Gejala Ikan Yang Terserang Penyakit
Saprolegniasis
Kehadiran
Saprolegniasis biasanya ditandai dengan munculnya "benda" seperti
kapas, berwarna putih, terkadang dengan kombinasi kelabu dan coklat, pada
kulit, sirip, insang, mata atau telur ikan
2.6.1 Pengendalian dan pengobatan
Pengendalian dapat
dilakukan dengan Menaikkan dan mempertahankan suhu air >_ 35 derajat celcius
dan/atau penggantian air baru yang lebih sering. Sedangkan Pengobatan dapat
dilakukan dengan cara perendaman dengan :
1.
Kalium Permanganate (PK) pada dosis 1 gram/100 liter air selama 90
menit.
2.
Formalin pada dosis 100-200 ppm selama 1-3 jam.;
3.
Garam dapur pada konsentrasi 1-10 promil (tergantung spesies dan ukuran)
selama 10-60 menit;
4.
Methylene Blue pada dosis 3-5 ppm selama 24 jam.
BAB
III
METODELOGI
3.1
Waktu Dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada tanggal 7 April 2014 pukul 10.00 sampai selesai di lab basah
Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
3.2
Alat Dan bahan
Alat
:
·
Penggaris
·
Timbangan
·
Wadah
·
Pisau Bedah
·
Mikroskop
Bahan
:
·
Ikan Nila
3.3
Prosedure
1.
Langkah pertama harus mengetahui panjang
dan berat ikan yang akan dibedah dengan menggunakan timbangan dan penggaris
2.
Langkah Kedua mengambil lendir dari
Sirip maupun sisik yang diduga
terinfeksi parasit
3.
Langkah Ketiga Diambil juga lendir dari
Insang
4.
Langkah ke Empat semua sampel tersebut
di lihat dengan mikroskop
5.
Identifikasi
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 hasil
Dari
hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:
No
|
Ikan
Nila
|
Parasit
Dan Penyakit
|
||
Sampel
Yang Diambil
|
Uji Pertama
|
Uji Kedua
|
Uji Ketiga
|
|
1
|
Sirip
Vektoral
|
Tidak
Ada
|
Tidak
Ada
|
Tidak
Ada
|
2
|
Sirip
Caudal
|
Tidak
Ada
|
Tidak
Ada
|
Tidak
Ada
|
3
|
Insang
|
Tidak
Ada
|
Tidak
Ada
|
Tidak
Ada
|
4.2 Pembahasan
Anderson (2000), mengklasifikasikan
parasit Anisakis spp., sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secernentea
Order : Ascaridida
Super Family : Ascaridoidea
Family : Anisakidae
Genus : Anisakis
Spesies : Anisakis spp
Siklus hidup parasit
ini di alam meliputi transmisi larva dari satu predator ke predator lain, yaitu
dari crustacea yang dimakan oleh cumi, gurita atau ikan, lalu dimakan oleh
mamalia laut sedangkan manusia sebagai hospes incidental atau terjangkit akibat
kesalahan pola makan (Nyoman, 2000).
Desrina dan Kusumastuti
(1996) mengemukakan bahwa saluran pencernaan ikan merupakan organ yang paling
banyak diserang oleh cacing Anisakis spp. Pada kasus infeksi berat Anisakis
yang menyerang jaringan organ hati ikan Cod, dilaporkan bahwa hati ikan
tersebut mengecil dan kehilangan fungsinya sengkan infeksi pada otot
kemungkinan kecil pengaruhnya sehingga diduga infeksi yang berbahaya adalah
infeksi sekunder yang ditimbulkan karena adanya penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme (Kahl, 1938; dalam Latama, 2006).
Anisakis spp dewasa
ditemukan di dalam perut mamalia laut, dimana mereka melekat dalam mucosa
secara berkelompok. Produksi telur parasit dewasa dilepaskan keluar melalui
feses mamalia. Perkembangan telur secara embryonase terjadi di dalam air, dan
larva L1 dibentuk dalam perut. Larva mengalami molting, menjadi L2 yang
berenang bebas di badan air setelah
mereka lepas dari telur. Larva tersebut termakan oleh krustacea. Larva yang
termakan akan berkembang menjadi L3 yang menginfeksi ikan dan cumi-cumi.
Setelah inang mati, larva dapat bermigrasi ke jaringan otot. Ketika ikan atau
cumi-cumi yang terkandung larva L3 Anisakis termakan oleh mamalia laut, larva
akan mengalami molting kedua dan berkembang menjadi cacing dewasa (Parker dan
Parker, 2002).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum
yang dilakukan bisa disimpulkan bahwa, untuk mengetahui adanya parasit pada
ikan, yang pertama harus di lihat secara di fisik ikan yang benar-benar tidak
terlihat segar.
DAFTAR
PUSTAKA
Alifuddin, M. 2004. Diagnostik Pewarnaan Sediaan Parasit. Dalam:
Pelatihan Dasar Karantina Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat Karantina Ikan.
Agustus 2004. Bogor.15 hal
Axelrod, H.R., Warren, E.B., Cliff, W.E.1995. Dr Axelrod’s Mini Atlas of
Freshwater Aquarium Fishes Mini Edition. 1995 edition. TFH Publications Inc.
United States
FAO dan NACA. 2001. Asia Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases.
Pelczar, M.J., dan E.C.S. Chan, 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
LAPORAN PARASIT IKAN
Reviewed by Screamer
on
10:22
Rating:
pustaka kurang lengkap
ReplyDelete