MAKALAH
(AKHLAK)
(Diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Al-Islam)
Disusun oleh :
Muhamad Galih Prayoga (033041111003)
Randy Syavella (033041111004)
Fery Fauzi (033041111001)
M.Ilman Maulana (033041111005)
Sekar (033041111006)
Alwi Nova Anggara (033041111002)
PROGRAM STUDI
MANAJEMAN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2011
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur penulis
persembahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah - Nya
,sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul“ AKHLAK’’
ini.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis
ucapkan terimah kasih kepada kedua orang tua, yang berjasa telah besar
dan penuh pengorbanan serta selalu berdo’a dalam memenuhi segala kebutuhan
ananda, sehingga penulis sekses dalam menuntut ilmu untuk kehidupan masa depan
yang lebih baik.
Dalam penyusunan karya tulis ini,
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunannya, baik dalam penyajian data, bahasa maupun sistematika
pembahasannya. Penulis juga mengharpkan masukan atau kritikan maupun saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaannya di masa yang akan datang.
Demikianlah yang dapat penulis
sampaikan pada kesempatan ini Mudah-mudahan dengan adanya karya tulsis ini
sedikit banyaknya dapat membawa manfaat kepada kita semua, dan juga dapat
menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang.........................................................................1
1.2.
Tujuan......................................................................................1
Bab II Pembahasan
2.1
Pengertian Akhlak..........................................................................2
2.2
Definisi...........................................................................................2
2.3 Syarat
Berakhlak............................................................................3
2.4 Pembagian Akhlak........................................................................3.
2.5
Ruang Lingkup Akhlak...................................................................4
2.6 Sumber
dan Ciri-Ciri Akhlak Islami................................................6
2.7 Akhlak
islami dalam kaitannya dengan status pribadi...................9
2.8 Akhlak
Da’I/ Mubaligh...................................................................15
2.9 Macam-Macan
Akhlak..................................................................16
Bab
III Penutup
3.1
Kesimpulan...................................................................................19
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, atau malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.
Akhlak yang baik dan mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang terhormat dan tinggi. Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini, agar kita semua sebagai makhluk Allah, tidak tersesat dalam menjalani hidup, dan dapat menjadikan Rasulullah sebagai idola kita, karena sesungguhanya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kita.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini, dimaksudkan untuk menginformasikan kepada pembaca, apa itu akhlak sesama manusia, apa dan bagaimana akhlak yang sebenarnya diajarkan islam, demi terciptanya kehidupan yang islami menuju keridhoan Allah.
Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, atau malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.
Akhlak yang baik dan mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang terhormat dan tinggi. Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini, agar kita semua sebagai makhluk Allah, tidak tersesat dalam menjalani hidup, dan dapat menjadikan Rasulullah sebagai idola kita, karena sesungguhanya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kita.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini, dimaksudkan untuk menginformasikan kepada pembaca, apa itu akhlak sesama manusia, apa dan bagaimana akhlak yang sebenarnya diajarkan islam, demi terciptanya kehidupan yang islami menuju keridhoan Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akhlak
Akhlak
secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[1]
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab
yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2]
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih,
Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah
perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik
tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.[3]
2.2 Definisi
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku,
tetapi tingkah
laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup
hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.[4]
Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh
motivasi
dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat.[2]
Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari
akhlak.[2]
Dalam Encyclopedia Brittanica[5],
akhlak disebut sebagai ilmu
akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai
baik, buruk, seharusnya benar, salah dan
sebaginya tentang prinsip
umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga
sebagai filsafat
moral
2.3 Syarat Berakhlak
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin
dikatakan berakhlak
- Perbuatan
yang baik atau buruk.
- Kemampuan
melakukan perbuatan.
- Kesadaran
akan perbuatan itu
- Kondisi
jiwa
yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk
2.4 Pembagian Akhlak
Akhlak Baik (Al-Hamidah)
1. Jujur (Ash-Shidqu)
2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
3. Malu (Al-Haya')
4. Rendah hati (At-Tawadlu')
5. Murah hati (Al-Hilmu)
6. Sabar (Ash-Shobr)
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari
kakeknya, semoga Allah merelakannya, berkata, "Rasulullah SAW.
bersabda", "Ketika Allah mengumpulkan segenap makhluk pada hari
kiamat kelak, menyerulah Penyeru", "Di manakah itu, orang-orang yang
utama (ahlul fadhl) ?". Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah
mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat
berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami lihat kalian begitu
cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab,
"Kamilah itu orang-orang yang utama (ahlul fadhl)". "Apa
keutamaan kalian ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini
memperjelas, "Kami, jika didzalimi, kami bersabar. Jika diperlakukan
buruk, kami memaafkan. Jika orang lain khilaf pada kami, kamipun tetap bermurah
hati". Akhirnya dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga,
karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal".
Setelah itu menyerulah lagi penyeru, :"Di manakan itu, orang-orang
yang bersabar (ahlush shabr) ?". Maka berdirilah sekelompok manusia,
jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para
malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami lihat kalian
begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab,
"Kamilah itu orang-orang yang sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa
yang kalian maksud ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini
memperjelas, "Kami sabar bertaat pada Allah, kamipun sabar tak bermaksiat
padaNya. Akhirnya Dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena
demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal".
(Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/ Hal. 140)
2.5 Ruang Lingkup
Akhlak
2.5.1 Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah
dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya
sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah,
pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia
terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah
sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja
manusia mempunyai perbuatan.[1]
2.5.2 Akhlak berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak,
dan karib kerabat. Kewajiban orang tua
terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan
pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran
yang bijak, setiap agama telah
memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan
mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur,
sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh
secara sabar, terdidik untuk berani
berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.[1]
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang
tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia
lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[1]
Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau,
mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam
masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[1] Dan
coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan
ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu,
mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.[1] Pamanmu, bibimu dan
anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan
berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya
disetiap keperluan.[1]
2.5.3 Akhlak bermasyarakat
Tetanggamu
ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu
susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak
kemudhorotan, orang tuamu cinta dan
hormat pada mereka maka wajib
atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.[1]
Pendidikan
kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial
kemasyarakatan, kesusilaan/moral
timbul di dalam masyarakat.
Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan
perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri
dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu,
saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat.
Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu
sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma-
norma kesusilaan yang berlaku.[1]
2.5.4 Akhlak bernegara
Mereka yang sebangsa
denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan
berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib
dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang
dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.[1]
2.5.5 Akhlak beragama
Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban
manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup
seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan,
maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan
2.6 Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak
Islami
Persoalan “Akhlak” di dalam islam banyak
dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur’n dan Al-Hadits. Sumber tersebut
merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia. Ada yang
menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang
semestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah
dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.
Kita telah mengetahui bahwa akhlak
islam adalah merupakan system moral/akhlak yang berdasarkan islam, yakni
bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah pada nabi/Rasul-Nya yang
kemudian agar disampaikan kepada umatnya.
Memang sbagaimana disebutkan
terdahulu bahwa secara umum akhlak/moral terbagi atas moral yang berdasarkan
kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat dan kedua moral yang sama sekali
tidak berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, moral ini timbul dari sumber-sumber
sekuler.
Akhlak islam, karena merupakan
system akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai
pula dengan dasar daripada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar/sumber
pokok daripada akhlak islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan
sumber utama dari agama islam itu sendiri.
Dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi:
عَنْ اَنَسِ
بْنِ ماَلِكٍ قَالَ النَّبُّى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَرَكْتُ
فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا ماَ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ
وَسُنَّةَ وَرَسُوْلِهِ
Artinya:
“ Dari Anas Bin Malik berkata:
Bersabda Nabi Saw: Telah kutinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang
apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab
Allah dan Sunah Rasul-Nya”.
Nasir menyebutkan bahwa Akhlak Islam
berkisar pada:
a. Tujuan hidup setiap muslim, ialah
menghambakan dirinya kepada Allah, untuk mencapai keridhaan-Nya, hidup sejahtera
lahir dan batin, dalam kehidupan masa kini maupun yang akan datang.
b Dengan keyakinannya terhadap
kebenaran wahyu Allah dan sunah Rasul-Nya, membawa konsekuensi logis, sebagai
standard dan pedoman utama bagi setiap moral muslim. Ia member sangsi terhadap
moral dalam kecintaan dan kekuatannya kepada Allah, tanpa perasaan adanya
tekanan-tekanan dari luar.
c. Keyakinannya akan hari
kemuadian/pembalasan, mendorong manusia berbuat baik dan berusaha menjadi
manusia sebaik mungkin, dengan segala pengabdiannya kepada Allah.
d. Islam tidak moral yang baru, yang
bertentangan dengan ajaran dan jiwa islam, berasaskan darI Al-Qur’an dan
Al-Hadits, diinterprestasikan oleh ulama mujtahid.
e. Ajaran Akhlak Islam
meliputi segala segi kehidupan manusia berdasrkan asas kebaikan dan bebas dari
segala kejahatan. Islam tidak hanya mengajarkan tetapi menegakkannya, dengan
janji dan sangsi Illahi yang Maha Adil. Tuntutan moral sesuai dengan bisikan
hati nurani , yang menurut kodratnya cenderung kepada kebaikan dan membenci
keburukan.
Dengan demikian dapat ditegasakan
disini bahwa dasar dari akhlak islam secara global hanya ada dua yakni: Percaya
adanya Tuhan dan percaya adanya hari kemudian/ pembalasan, sebagai disebutkan
oleh Abul A’la Maududi bahwa system moral/akhlak ada yang berdasarkan
kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan setelah mati.
Dalam islam, budi pekerti merupakan
refleksi iman dari seseorang sebagai contoh(suri tauladan) yang pas dan benar
ialah Rasullah Saw. Beliau memiliki akhlak yang sangat muia, agung dan teguh.
Sehingga tidak mustahil kalau Allah memilih beliau sebagai pemimpin umat
manusia.
“Akhlak” di dalam iajaran islam
sangat rinci, berwawasan multi dimensial bagi kehidupan, sistematis dan
beralasan realitas. Juga “Akhlak” banyak dibicarakan tentang konsekuensi yang
bagi manusia yang tidak berpegang pada “ akhlak islam”.
“Akhlak islam” bersifat mengarahkan,
membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit
social dari jiwa dan mental. Tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan
kebahagiann di dunia dan akhirat. Dua simbolis tujuan inilah yang diidamkan
manusia bukan semata berakhlak secara islami hanya bertujuan untuk kebahagiaan
dunia saja.
Dalam ajaran Islam memelihara
terhadap sifat terpuji. Dan ada cirri-ciri akhlak islamiyah yaitu:
1.
Kebajikan yang mutlak
Islam menjamin kebajikan mutlak.
Karena Islam telah menciptakan akhlak yang luhur. Ia menjamin kebaikan yang
murni baik untuk perorangan atau masyarakat pada setiap keadaan, dan waktu
bagaimanapun. Sebaliknya akhlak yang diciptakan manusia, tidak dapat menjamin
kebaikan dan hanya mementingkan diri sendiri.
2.
Kebaikan yang menyeluruh
Akhlak islami menjamin kebaikan
untuk seluruh manusia. Baik segala jaman, semua tempat, mudah tidak mengandung kesulitan
dan tidak mengandung perintah berat yang tidak dikerjakan oleh umat manusia di
luar kmampuannya. Islam menciptakan akhlak yang mulia, sehingga dapat dirasakan
sesuai dengan jiwa manusia dan dapat diterima akal yang sehat.
3.
Kemantapan
Akhlak Islamiayah menjamin kebaikan
yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia bersifat tetap, langgeng dan
mantap, sebab yang menciptakan Tuhan yang bijaksana, yang selalu memliharanya
dengan kebaikan yang mutlak. Akan tetapi akhlak/etika ciptaan manusia bersifat
berubah-rubah dan tidak selalu sama sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam
satu jaman atau satu bangsa. Sebagai contoh aliran materialism, hati nurani
dana lain sebagainya.
4.
Kewajiban yang dipatuhi
Akhlak yang bersumber dari agama
Islam wajib ditaati manusia sebab ia mempunyai daya kekuatan yang tinggi
menguasai lahir batin dan dalam keadaan suka dan duka, juga tunduk pada
kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang kepadanya. Juga
sebagai perangsang untuk berbuat kebaikan yang diiringi dengan pahala dan
mencegah perbuatan jahat, karena takut skan siksaan Allah SWT.
5.
Pengawasan yang menyeluruh
Agama islam adalah pengawas hati
nurani dan akal yang sehat, islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak
ukur dalam menetapkan beberapa usaha. Firman Allah dalam surat Al-Qiyamah: 1-2
; yang artinya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan
jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”.
2.7 Akhlak islami dalam kaitannya
dengan status pribadi
Dibagian ini kami akan menjelaskan
“Akhlak islami” yang mengatur dan membatasi kedudukan (satus) pribadi sebagai:
- Hamba Allah
- Anak
- Ayah/ibu
- Anggota masyarakat
- Jama’ah
- Da’i/Muballigh
- Pemimpin
Dengan demikian “akhlak islami”
mengarah kepada status pribadi yang berada pada kelompok social yang beraneka
ragam. Fungsi, peran dan bagaimana semestinya berperilaku pada
posisi(kedudukan) dalam kelompok sosial tersebut, dengan adanya “akhlak Islami”
dapat dihindari (pola hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
kholiqnya) keliruan bertindak.
2.7.1
Pribadi sebagai Hamba Allah
Kenyataan di jagad raya (dunia)
membuktikan bahwa ada kekuatan yang tidak Nampak. Dia mengatur dan memelihara
alam semesta ini.Juga Dialah yang menjadi sebab adanya semua ini. Dalam
pengaturan alam semesta ini terlihat ketertiban, dan ada suatu peraturan yang
berganti-ganti dan gejala datang dengan keteraturan-Nya.
Semua kenikmatan tersebut, bukan
berarti “ Sang Pencipta mempunyai maksud kepada manusia supaya membalas dengan
sesuatu, itu tidak, tetapi Allah SWT.memerintahkan manusia agar senantiasa
beribadah kepada-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah adalah
hubungan makhluk dengan kholiknya. Dalam masalah ketergantungan , hidup manusia
selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta pokok
ketergantungan adalah ketergantungan kepada yang Maha Kuasa, Yang Maha Perkasa,
Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah Rabul ‘alamin, Allah Tuhan
Maha Esa.
2.7.2 Pribadi sebagai Anak
Ketika nabi Ibrahim masih kecil,
berdialog kepada ayahnya tentang Tuhan. Dan kesimpulannya bahwa Tuhan telah
member petunjuk kepada manusia bahwa memperTuhan benda adalah sangat keliru.
Dengan demikian, dunia anak sangat
penting diperhatikan. Apabila keliru dalam mendidik akhlak anak, bias jadi
dunia anak akan tidak mengenal akhlak yang lebih lanjut anak akan melakukan
perbuatan yang abnormal kriminalitas dan lain sebagainya. Contoh dalam
pendidikan akhlak, apabila anaka-anak sekolah berdusta di dalam segala apa yang
mereka bicarakan, didukung para gurunya berdusta juga di dalam mengajar dan
segala pembicaraannya, maka masyarakat (anak-anak) tidak dapat berujud. Dan
apabila dunia anak terancam demikian, masyarakat yang akan dating tidak dapat
berwujud karena adanya tiap-tiap yang dibicarakan menjurus dusta. Dan yang
membekas dan berwujud pada masyarakat yang merusak dan rendah martabatnya.
Maka model mendidik akhlak anak,
tidak langsung berkata itu baik, atau itu buruk, apabila seorang anak baru saja
belajar membaca, menurut kita itu jelek/buruk namun kita tidak seharusnya
berkata demikian. Sebab dapat menyakiti hati dan patah semangat. Tetapi kita
beri semangat dan dorongan yang dapat memacu dan bergiatnya si anak.
2.7.3 Akhlak
Pada Ayah dan Ibu
Betapa berat tangguangan seorang ibu dikala
mengandung dan demikian pula kalau sudah dating waktunya melahirkan. Dengan
mengerahkan seluruh perhatian, jiwa raga dan tenaga si ibu melahirkan jabang
bayinya dengan harap-harap cemas. Berharap agar si bayi yang dilahirkannya
sehat dan sempurna keadaannya sebagai manusia sempurna anggota badannya,
seperti susunan jasmaninya dan tumbuh dalam keadaan yang wajar baik jasmani
maupun rohaninya.
Mengapa demikian besar kasih sayang
ibu kepada anaknya. Padahal sewaktu belum mengandung seakan belum mau mempunyai
anak. Atau karena anaknya sudah dua tiga ingin tidak ada yang keempat. Tetapi
karena dikarunia Tuhan anak yang selanjutnya kasih saying ibu tidak ada bedanya
antar kepada yang pertama yang kedua dan seterusnya.
Dari mana datangnya cinta kasih
saying kepada putranya, padahal tiada pamrih. Lain dengan cinta seorang kekasih
kepada pacarnya, yang kalau kasihnya tiada terbalas bias berbalik menjadi
benci. Tetapi kasih ibu bagaimanapun tiada akan berubah dan hilang, walaupun si
anak tiada membalas kasih dan cinta ibu.
Memang itu kareana “Hidayah”,
anugerah dari pada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Hidayah itu tersebut
insting atau naluri, dalam ilmu agama disebut “Hidayah-ghariziyyah”.
Beberapa perkara yang harus di
perhatikan dan dilaksanakan oleh seorang anak kepada Orang tua yakni:
a. Berbuat Baik kepada
Ibu dan Ayah, Walaupun keduanya Lalim
Seorang
anak menurut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam
keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai seorang anak samapai menyinggung
perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tuanya berbuat lalim kepada
anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si
anak berbuat tidak baik, atau membalas atau mengimbangi ketidakbaikan orang tua
kepada anaknya. Allah tidak meridhoinya sehingga orang tua itu meridhoinya.
b.
Berkata Halus dan mulia kepada Ibu dan Ayah
Kewajiban anak kepada orang tuanya berbicara menurut ajaran islam harus
berbicara sopan, lemah lembut dan mempergunakan kata-kata mulia hal ini
dituturkan dalam Firman Allah:
وَقَضَى رَبُّكَ
اَلَّا تَعْبُدُوْا اَلَّا اِيَّاهُ وَبِالْوَلِدَيْنِ اِحْسَانَا اِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكَبِرَ اَحَدُهُمَا اَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا
اُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا. وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذَّلِّ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى
صَغِيْرًا {الاسراء: 23-24}
Artinya:
“Dan Tuhan telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain kepada-Nya dan hendaknya kamu berbuat baik
kepada ibu bapak kamu dengan seabaik-baiknya. Jika salah satu dari keduanya
atau kedua-duanya samapi berumur lanjut dalam pemeliharaan kamu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan dan ucapakan
doa:”Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka kedua, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku di waktu kecil.”
c. Berbuat baik kepada Ibu dan
atau Ayah yang sudah meninggal dunia
Apabila ibu dan ayah masih hidup, si
anak berkewajiban berbuat baik, dan itu mudah dilakukan dengan berbagai macam
cara, baik yang bersifat moaral, maupun yang bersifat material.
Bagaimana berbuat baik seorang anak
kepada ayah dan atau ibunya yang sudah tiada. Hal ini agama islam mengajarkan
supaya seorang anak:
a.
Mendoakan ayah ibu yang telah tiada
itu dan memintakan ampun kepada Allah dari segala dosa orang tua kita. Doa yang
sering di amalkan yakni:
اللَّهُمَّ
اغْفِرْلىِ وَلِوَالِدَىَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرًا
b.
Menepati janji kedua ibu bapak,
Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang, maka anaknya
harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik
haji, yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya untuk
menunaikan haji untuk orang tuanya tersebut.
c. Memuliakan teman-teman
kedua orang tua. Di waktu hidupnya ibu dan ayah, beliau-beliau mempunyai
teman-teman akrab, yang segulung-segalang orang tua kita dengan temannya.
d Bersilaturrahmi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan
dengan kedua orang tua.
2.7.4 Akhlak
kepada Anggota Masyarakat/ Jama’ah
Pokok utama kerasulan nabi Muhammad
Saw adalah menyempurnakan akhlak yang mulia. Mencakup semua bentuk sikap dan
perbuatan yang terpuji dikalangan orang-orang (masyarakat) yang bertaqwa. Di
samping terpuji berdasarkan norma-norma yang ditetapkan Allah SWT.
Akhlak mulia merupakan akhlak yang
berlaku dan berlangsung di atas jalur Al-Qur’an dan perbuatan nabi Muhammad
Saw. Dalam sikap dan perbuatan. Seperti di dalam Al-Qur’an surat l-Qalam ayat
4.”Dan sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia”.
Dengan demikian setiap muslim
diwajibkan untuk memlihara norma-norma (agama) di masyarakat terutama di dalam
pergaulan sehari-hari baik keluarga rumah tangga, kerabat, tetangga dan
lingkungan kemasyarakatan.
Dan kesempulan tata cara diatas akan
diterangkan secara terperinci di bawah ini:
a.
Tata cara berbahasa
Setiap muslim (umat islam) dan semua
orang diperintah untuk selalu berbahasa dengan bahasa yang jelas dan baik,
bahasa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara, sesuai tingkat usia, masyarakat
dan tingkat kedudukannya. Di dalam islam ada peribahasa yang menyatakan bahwa
“bahasa menunjukkan taqwa”.
b.
Tata cara salam
Setiap masyarakat, agama atau bangsa
memiliki tata cara member salam, sebagaimana juga dengan islam. “Salam” telah
menempati kedudukan sendiri dalam Islam. Lebih istimewa disbanding dengan agama
di luar Islam.
Sebagaimana landasan salamdi dalam
firman Allah surat An-Nur ayat 27:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang buka rumahmu sebelum meminta ijin dan member
salam kepada penghuninya
c.
Tata cara makan dan minum
Cara memegang sesuatu makanan dan
minuman dengan tangan kanan. Dimulai membasuh sebelum makan, membaca
“basmallah” dan diakhiri mengucapkan “Alhamdulillah”. Sikap yang dimiliki oleh
orang yang sedang makan dan minum adalah dengan duduk yang baik. Tanpa
bersuara, tanpa bersandar sambil makan dan minum. Apabila sifatnya undangan
bagi yang mengundang mempersilahkan dengan bahasa yang sopan. Dan bagi yang
diundang dengan menyambut yang baik, mendoakan si pengundang, mendahulukan
orang yang lebih tua, jangan mencaci hidangan yang ada di depannya, walaupun
tak berselera.
Dalam adab minum, tidak boleh
menggunakan peralatan dari emas dan perak, jangan menarik nafas dan
menghembuskan kembali ke dalam cangkir. Apabila menggunakan kendi (dan
sejenisnya) tidak boleh melekat pada mulut di bibir kendi.
d.
Tata cara di majelis pertemuan
Bagaimana adab kita berada di majles
pertemuan? Jawabannya adalah pertama kali baru masuk member salam, kemudian
baru dapat duduk yang telah disediakan, menyalami teman yang mendahului duduk,
jangan sekali-kali menggeser tempat duduk milik orang lain. Di samping itu juga
jangan menggunakan bahasa yang dapat menyinggung perasaan teman duduk. Ketika
ingin meninggalkan tempat minta ijin, juga bila ke luar membaca doa kifaratul
majelis.
e.
Tata cara minta ijin masuk
Di dalam masyarakat dan Negara ada
aturan-atauran tertentu baik ijin masuknya, waktu maupun prosedurnya bagi
setiap orang yang ingin memasuki kamar, rumah orang lain atau Negara.
Aturan Islam bagi seseorang yang
ingin masuk rumah orang lain, maka paling awal yang dilakukan adalah member salam.
Apabila tidak baik kembali. Di dalam mengetuk pintu dilakukan secara wajar,
menyatakan nama diri. Tidak boleh berdiri tepat di tengah-tengah pintu ketika
dibukakan. Apabila ditolak tidak boleh sedih hati namun harus dikendalikan
dengan hati yang bersih.
f.
Tata cara member ucapan selamat
7(tujuh)
rangkaian(munasabah) yang ada dalam islam ketika mengucapkan salam “ucapan salam”. Ketujuh rangkaian
tersebut antara lain:
a.
Dalam rangka acara pernikahan
b.
Dalam rangka kelahiran seorang bayi kepada ibunya
c.
Kembalinya seorang musafir (yang berpergaian)
d.
Pulangnya seorang dari jihad
e.
Sekembalinya dari haji
f.
Pada hari raya idul fitri dan idul adha
2.8 Akhlak Da’I/ Mubaligh
Telah jelas ujian bagi penyebar agama
islam yang paling hebat adalah para nabi. Kemudian orang-orang saleh, para
Da’i/ mubaligh yang menyeri atau mengangguk manusia untuk mentauhidkan Allah
dan ikhlas dalam beribadah.
Dalam mempersiapkan diri yang telah
mengikrarkan untuk berjalan mengikuti manhaj para nabi dalam dakwah, maka para
nabi harus membekali diri dengan akhlakul karimah. Sebab Da’i/mubaligh di
masyarakat menjadi suri tauladan secara langsung. Baik perilaku, sikap
perbuatan maupun perkataannya.
Jalan yang harus ditempuh selanjutnya,
da’I harus berusaha terus membersihkan jiwa. Segala apa yang mengganjal,
menutup dan tersembunyi di hati nurani, Da’I harus berusaha juga menerangi
segala rahasia dirinya. Dan senantiasa mohon petunujuk dan pertolongan dari
Allah. Dengan demikian dirinya menjadi baik atas kuasa Allah SWT.
Para Da’i memiliki ilham yang man
merupakan martabat yang tinggi dalam dirinya yang selalu menghubungkan dengan
Allah. Di dalam hati Da’I ada bisikan-bisikan yang benar yang berada pada
lisannya karena tergisik dari hati yang bersih.
Menurut Jamludin Kafie, sebagai Da’I, pelaksana dakwah harus memperhatikan
prinsip-prinsip kemimpinan yang baik yaitu:
a.
Sifat terbuka
b.
Berani berkorban
c.
Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat
d.
Sanggup menjadi pelopor dan perintis dalam kebajikan
e.
Mengembangkan sifat-sifat kooperatif, kemusiaan dan sikap-sikap toleransi,
kebijaksanaan dan keadilan social
f.
Tidak menjadi parasit atau membebani masyarakat
g.
Percaya diri dan yakin akan kebenaran yang dibawanya
h.
Optimis dan tidak putus asa
Dengan demikian sikap Da’I harus memahami kondisi dan situasi masyarakat yang
menjadi sasarannya. Juga perlu terus menambah wawasannya. Kerena beraneka ragam
budaya , kompleksitas permasalahan di masyarakat.
2.9 Macam-Macan Akhlak
2.9.1
Akhlak Pemimpin
Tugas pemimpin tidak ringan. Tanggung jawab yang ia pikul
senantiasa bernafaskan amanat. Baik amanat dari masyarakat/ warga atau Negara.
Bahkan agama. Agama islam sangat memperhatikan masalah kepemimpinan. Menurut
Islam. Semua pemimpin akan dimintai pertanggung jawabnya. Pemimpin keluarga
bertanggung jawab atas kebahagiaan, kesejahteraan keluarganya, pemimpin
Negara/bangasa akan dimintai pertanggung jawabnya oleh masyarakat dan lain
sebagainya.
Sebagai contoh seorang pemimpin sejati adalah Rasullah Saw
dan para sahabatnya seperti Abu bakar sebagai orang yang berwibawa dan tenang.
Oerangnya penuh ramah tamah, cinta sesama dan selalu membenarkan dan menepati
pada rasul yang agung. Umar bin khotob sebagai pemimpin yang mempunyai pendapat
yang berbobot. Dia adalah orang yang terpercaya terhadap rahasia-rahasianya.
Utsman sebagai pengumpul firman Kitab Allah. Dia adalah seorang pemimpin yang
meluruskan akida. Sedangkan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin yang pandai
menyusun pasukan perang untuk mengalahkan orang-orang jahat. Dan Ali adalah
seorang pemimpin yang mampu sebagai pewaris ilmu rasullah dan pemelihara
janjinya.
Demikianlah akhlak pemimpin yang dicontohkan kepada kita
untuk menjadi pemimpin sejati. Akhlak pemimpin baik, sebab sifat, perilaku dan
sikapnya dapat membahagiakan orang lain (umat manusia) dan menampakkan
karismatiknya pada yang dipimpin, jadi dapat dikemukakan di sini, bahwa
pemimpin berakhlak baik apabila memiliki kepribadian yang sesuai dengan tata
aturan (ketentuan) agama, masyarakat, keluarga dan Negara/bangsa.
2.9.2 Akhlak Mahmudah dan Mazmumah
Ada 2 (dua) penggolongan akhlak secara garis besar yaitu: akhlak mahmudah(fadilah)
dan akhlak mazmumah(qabihah). Di samping istilah tersebut Imam Al-Ghazali
menggunakan juga istilah “munjiyat” untuk akhlak mahmudah dan “muhlihat” untuk
yang mazmumah.
Di kalangan ahli tasawuf, kita
mengenal system pembinaan mental, dengan istilah: Takhalli, tahalli dan
tajalli.
Takhalli adalah mengosongkan atau
membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena sifat-sifat tercela itulah
yang dapat mengotori jiwa manusia.
Dan tahalli adalah mengisi jiwa ( yang telah
kosong dari sifat-sifat tercela) dengan sifat-sifat yang terpuji
(mahmudah).
Jadi dalam rangka pembinaan mental,
pensucian jiwa hingga dapat berada dekat dengan Tuhan, maka pertama kali yang
dilakukan adalah pengosongan atau pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela,
hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya dengan apa yang disebut
“tajalli”, yakni tersikapnya tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi.
Sedangkan yang dimaksud dengan
akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (yang
terpuji). Sebaliknya segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela disebut
dengan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah tentunya dilahirkan oleh sifat-sifat
mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak mazmumah
dilahirkan oleh sifat-sifat mazmumah. Oleh karena itu sebagaimana telah
disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku yang lahir adalah merupakan
cermin/ gambaran daripada sifat/kelakuan batin.
Beberapa akhlak mahmudah seperti bersikap setia, jujur, adil, pemaaf, disenangi,
menepati janji, memelihara diri, malu, berani, kuat, sabar, kasih sayang, murah
hati, tolong menolong, damai, persaudaraan, menyambung tali persaudaraan,
menghoranati tamu, merendahkan diri, berbuat baik, menundukkan diri, berbudi
tinggi, memlihara kebersihan badan, cenderung kepada kebaikan, merasa cukup
dengan apa yang ada, tenang, lemah lembut, bermuka manis, kebaikan, menahan
diri dari berlaku maksiat, merendahkan diri kepada Allah, berjiwa kuat dan lain
sebagainya.
Sedangkan yang termasuk dalam akhlak mazmumah, antara lain; egoistis, lacur,
kikir, dusta, peminum khamr, khianat, aniaya, pengecut, aniaya, dosa besar,
pemarah, curang, culas, mengumpat, adu domba, menipu, memperdaya, dengki,
sombong, mengingkari nikmat, homosex, ingin dipuji, ingin didengar
kelebihannya, makan riba, berolok-olok, mencuri, mengikuti hawa nafsu, boros,
tergopoh-gopoh, membunuh, penipuan, dusta, berlebih-lebihan, berbuat kerusakan,
dendam, merasa tidak perlu pada yang lain dan lain sebagainya yang menunjukkan
sifat-sifat yang tercela
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Akhlak ialah suatu keadaan
yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang
tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang keluar itu baik
dan terpuji menurut syara dan aqal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia.
Sebaliknya apabila keluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.
Oleh karena itu kita sebagai
muslim, haruslah menanamkan sifat-sifat yang baik, agar akhlak yang keluar dari
diri kita, merupakan akhlak yang terpuji, yang disukai oleh Allah, dan hanya
Rasulullah yang pantas kita jadikan idola dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Tatapangarsa, Humaidi. AKHLAK
YANG MULIA. Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1991.
Salim, Abdullah. AKHLAQ ISLAM. 1986.
Umary, Darmawie. MATERI AKHLAK. Solo : CV. Ramadhani. 1986.
Djatnika, Rachmat. SISTEM ETHIKA ISLAMI. Surabaya : Pustaka Islam. 1985.
Salim, Abdullah. AKHLAQ ISLAM. 1986.
Umary, Darmawie. MATERI AKHLAK. Solo : CV. Ramadhani. 1986.
Djatnika, Rachmat. SISTEM ETHIKA ISLAMI. Surabaya : Pustaka Islam. 1985.
MAKALAH AKHLAK DALAM ISLAM
Reviewed by Screamer
on
03:34
Rating:
Terimakasih atas materinya.. sangat bermanfaat.ulasannya juga lengkap.
ReplyDeletesaya juga punya ulasan mengenai makalah akhlak dalam islam di blog tugaskuliah15
semoga bisa bermanfaat dan dapat dijadikan referensi bagi teman-teman yang sedang mengerjakan tugas kuliah .
Mohon izin untuk mengutip, terima kasih
ReplyDelete