Laporan Hasil
Praktik Kerja Lapang
Disusun Oleh :
Muhamad Galih Prayoga
Muhamad Galih Prayoga
033041111003
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Patin adalah salah
satu jenis ikan dari kelompok lele-lelean (catfish)
yang menjadi salah satu komoditas unggulan ikan air tawar. Hal ini karena patin
memiliki pangsa pasar cukup besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri
dengan nilai jual cukup tinggi. Budidaya ikan patin banyak di minati karena ikan
patin termasuk jenis ikan yang mudah dipelihara, dapat hidup serta tumbuh
dikolam yang airnya tergenang (tidak mengalir), serta minim oksigen. Patin juga
cukup responsif terhadap pemberian pakan tambahan. Pada kegiatan budidaya,
dalam waktu 6 bulan, ikan patin mampu mencapai ukuran konsumsi dengan panjang
35 sampai dengan 40 cm (Mahyuddin, 2010).
Menurut Khairuman, 2002
Ikan patin (Pangasius hypopthalmus)
merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi,
baik pada tahap pembenihan maupun pembesaran. Ikan ini memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi kadar kolesterol yang relatif rendah serta memiliki
kandungan kalori sehingga ikan ini baik untuk dikonsumsi.
Ikan patin yang hidup
di perairan alami dapat tumbuh mencapai ukuran panjang sekitar 1,2 meter. Ikan
patin dapat berpijah secara alami di perairan umum. Di Sumatra, Kalimantan,
ikan patin berpijah pada musim hujan yang berlangsung sekitar bulan November
hingga bulan Maret. Musim pemijahan ikan patin berbeda - beda di setiap daerah.
Di daerah yang memiliki curah hujan tinggi, ikan patin dapat berpijah selama 6
bulan penuh. Sedangkan di daerah lain, ikan patin hanya berpijah berkisar
antara 2 - 3 bulan, yaitu bulan Januari hingga bulan Maret (Hernowo, 2001).
Menurut Kordi (2005),
menyatakan bahwa ikan patin juga hidup dan berkembang di Thailand, Malaysia, Kalimantan,
Myanmar, Kamboja, Laos, India dan Indonesia.
Di Indonesia Ikan patin terdapat di sungai dan di danau - danau di pulau
Sumatra, Kalimantan, dan Jawa, ikan ini pun telah di introduksi ke Sulawesi.
Menurut Dahril, (2002) Salah
satu aspek yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan suatu kegiatan budidaya
ikan adalah kepadatan ikan yang dipelihara dan sekarang ini kita melihat bahwa
usaha pembesaran ikan patin tidak mengalami perkembangan akibat masih kurangnya
penguasaan ilmu pengetahuan dan informasi teknis pembudidayaan seperti padat
penebaran, teknik pemberian pakan, perawatan dan pengontrolan kolam serta
pengendalian hama penyakit. Faktor lingkungan tempat dilangsungkannya usaha
pembesaran terutama parameter kualitas air juga sangat mempertimbangkan untuk
menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan.
Usaha budidaya ikan patin (Pangasius hypothalamus) persyaratan
lokasi yang harus dipenuhi untuk mencapai produksi yang menguntungkan meliputi
sumber air, kualitas air dan tanah serta kuantitas air. Berdasarkan uraian
diatas maka penulis mengambil judul “Teknik Pendederan Ikan Patin” di
Kelompok Tani Patali Wargi Kecamatanan Cicantayan Desa Karadegan Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat.
1.2
Perumusan Masalah
Latar belakang di atas,
maka perumusan masalah dalam laporan PKL ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana
teknik budidaya Ikan Patin di
daerah Kecamatan Cicantayan Kabupaten Sukabumi
- Untuk mengetahui padat
penebaran yang baik terhadap pertumbuhan ikan patin (Pangasius Pangasius) dalam kolam pada Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN)
“Patali Wagi” di Desa Cicantayan Kabupaten Sukabumi
1.3 Tujuan Praktik Kerja Lapang ( PKL )
Tujuan yang ingin
diperoleh dalam kegiatan praktek kerja lapangan ini adalah:
1.
Untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman
mengenai laju pertumbuhan ikan patin dalam kolam dengan memadukan pengetahuan
yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan.
1.4
Manfaat Praktik Kerja Lapang (PKL)
Hasil dari kegiatan
praktik kerja lapangan ini di harapkan dapat:
1.
Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
2.
Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
berkomunikasi dan bersosialisasi.
3.
Membuka peluang untuk memperoleh
pengalaman praktisi kerja dan wirausaha bagi mahasiswa.
4.
Sebagai bahan studi perbandingan antara
teori yang didapatkan dengan kesesuaian fakta yang ada
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Patin
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Kordi (2005),
yang disebut ikan patin, spesies (jenis) Pangasius
di Indonesia terdiri dari Pangasius
Pangasius/P.djambal.
Menurut Khairuman dan
Sudenda, 2002. disebutkan bahwa ikan yang bernama ilmiah.
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub-kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius
Nama Inggris : Catfish
Nama Lokal : Patin
Menurut Mahyuddin, (2010). Jenis patin
yang umum dijumpai dipasaran saat ini adalah patin asli indonesia yang berasal
dari sungai-sungai besar di Sumatra, Kalimantan, dan pulau Jawa. Sementara itu,
patin siam atau bangkok berasal dari Thailand. Di indonesia terdapat 3 jenis
ikan patin yang dikembangkan dan banyak dibudidayakan, yaitu patin siam
(pangasius hypophtalmus), patin jambal (pangasius
djambal Bleeker), dan patin pasupati (pangasius
sp).
1.
Patin Siam (Pangasius hyophtalmus)
Patin siam sering disebut dengan patin
bangkok atau lele bangkok karena memiliki tubuh yang bongsor. Bentuk tubuhnya
yang menyerupai patin lokal membuat patin siam dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat indonesia. Selain itu, patin
siam relatif mudah dibudidayakan, sedangan patin lokal seperti patin jambal,
sulit dikembangkan secara masal kerana membutuhkan lingkungan perairan yang
khusus. Namun larva patin siam bersifat kanibal, tidak seperti larva patin
jambal yang tidak bersifat kanibal.
2.
Patin Jambal ( Pangasius djambal Bleeker
)
Patin ini banyak ditemukan di beberapa
sungai-sungai besar di Kalimantan, Sumatra, dan Jawa. Namun dalam
pengembangannya patin jambal mempunyai beberapa kendala atau kelemahan,
diantaranya sebagai berikut :
1. Jumlah
induk patin jambal masih sangat terbatas
2. Fekunditas
rendah, yakni hanya mampu menghasilkan telur dalam ± 10.000
butir telur per kg bobot badan induk
3. Patin
jambal sulit untuk dikembangkan secara masal karena membutuhkan lingkungan
perairan khusus. Daya tahan/toleransinya terhadap kondisi lingkungan perairan
juga rendah.
3.
Patin Pasupati (Pangasius sp.)
Patin Pasupati adalah
jenis ikan patin hasil persilangan antara induk patin siam betina dengan induk
patin jambal jantan. Rekayasa ini dilakukan untuk menghasilkan varietas ikan
patin dengan karakteristik unggul yang diturunkan dari sifat - sifat unggul indukannya,
yakni memiliki daging berwarna putih dengan bobot tubuh besar seperti patin
jambal dan memiliki produktivitas telur yang tinggi dengan jumlah telur 100.000
butir telur/kg (Mahyuddin, 2010).
Menurut Mahyuddin
(2010), menambahkan beberapa jenis ikan yang masih satu genus dengan patin dan
beberapa di perairan umum di Indonesia.
a.Pangasius Polyuranodon
Ikan yang dikenal
dengan nama ikan juaro ini memiliki bentuk tubuh agak tinggi dan berwarna putih
seperti mutiara dengan punggung kehitam – hitaman.
b.Pangasius macronema
Patin jenis ini dikenal
dengan nama ikan rios, lancang, atau juara. Penyebaran patin ini terdapat di
pulau Kalimantan, Jawa, dan Indocina.
c. Pangasius micronemus
Patin ini dikenal
dengan nama ikan wakal atau rius caring. Patin ini memiliki sungut rahang atas
memanjang sampai pinggiran belakang mata atau melampauinya. Penyebaran ikan
wakal terdapat di kepulauan Sunda dan Thailand.
d. Pangasius nasutus
Patin ini dikenal
dengan nama ikan pedado. Ini berada di Pulau Kalimantan, Sumatra, dan Malaysia.
e. Pangasius nieuwenhuisii
Ikan yang hanya di
Kalimantan Timur ini dikenal dengan nama ikan lawang. Seperti halnya ikan
pedado, ikan ini moncong yang runcing dengan gigi veronime dan palatine yang
bersatu dalam bidang lebar.
2.2 Morfologi
Gambar 1. Morfologi Ikan Patin, Mahyuddin
(2010)
Menurut Djarijah
(2001), Ikan patin memiliki warna tubuh putih keperak-perakkan dan punggung
kebiru-biruan, bentuk tubuh yang memanjang, kepala relatif kecil. Pada ujung
kepala terdapat mulut yang dilengkapi dua pasang sungut (kumis) pendek. Sirip
punggung dan sirip dada memiliki jari-jari keras yang berubah menjadi patil
besar dan bergerigi. Sirip ekor berbentuk cagak simetris dan sirip dubur
relatif panjang yang terletak diatas lubang dubur atau sedikit diatas puncak
lipatan bentuk segitiga sirip perut. Sirip ekor, sirip dubur, dan sirip perut
dibentuk oleh bentangan jari-jari lemah yang tersusun rapi. Pada permukaan
punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil. Sirip ini nyaris
tidak tampak tanpa perlakuan seksiologi.
Menurut Khairuman (2009). Ikan patin dewasa panjang tubuhnya
bisa mencapai 120 cm. tubuh seperti ini merupakan ukuran tubuh yang tergolong
besar bagi ikan jenis lele-lelean di
alam, ikan patin bersifat karnivora, tetapi ditempat pemeliharaan (budidaya)
bersifat omnivora atau pemakan segala. Berat tubuhnya bisa mencapai beberapa
kilogram. Bahkan, di Thailand pernah ditemukan dari perairan umum ikan patin
yang beratnya 14 kg (Hernowo, 2001).
Menurut Mahyuddin (2010),
mulut ikan patin agak lebar dan terletak di ujung kepala agak kebawah
(sub-terminal). Pada sudut mulutnya, terdapat dua pasang sungut/kumis yang
berfungsi sebagai alat peraba pada saat berenang ataupun mencari makan.
Keberadaan kumis menjadi ciri khas dari ikan golongan catfish.
Tubuh ikan patin terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Bagian kepala mulai dari ujung mulut
sampai akhir tutup insang. Bagian badan mulai dari akhir tutup insang sampai
pangkal sirip anal. Sementara bagian ekor dimulai dari sirip anal sampai ujung
ekor. Sirip ekor ikan patin bentuknya seperti gunting (bercagak) dan simetris.
2.2 Habitat dan
Penyebaran
Menurut Mahyuddin
(2010), ikan patin banyak dijumpai pada habitat atau lingkungan hidup berupa
perairan air tawar, yakni di waduk, sungai-sungai besar, dan muara-muara
sungai. Patin banyak yang menetap di dasar perairan daripada permukaan. Ikan
patin tersebar di perairan pulau Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Sementara di
luar Indonesia, patin dan kerabatnya banyak tersebar di perairan Thailand,
Vietnam, China, Kamboja, Myanmar, Laos, Burma, India, Taiwan, Malaysia, dan
Semenanjung Indocina.
Menurut Kordi (2005).
Benih patin di alam biasanya bergerombolan dan sesekali muncul dipermukaan air
untuk menghirup oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar. Kebiasaan
patin ini di manfaatkan oleh nelayan dan petani ikan dalam melakukan
penangkapan benih. Kemunculan benih patin dalam jumlah besar biasanya menjelang akhir musim hujan atau sekitar
bulan Maret sampai Mei. Penangkapan benih patin biasanya mengunakan seser atau
jala.
Menurut Djarijah (2001), ikan patin termasuk golongan
ikan yang tidak banyak menuntut persyaratan air sebagai media (lingkungan)
hidupnya. Ikan ini mampu bertahan hidup pada perairan yang kondisi yang sangat
jelek. Akan tetapi, ikan patin akan tumbuh normal dan optimal di perairan yang
memenuhi persyaratan ideal sebagaimana
perairan alami atau habitat aslinya. Sebagai hewan air, ikan patin memerlukan
oksigen yang tersedia (terlarut) dalam air. Kandungan oksigen (O2)
yang cukup baik untuk kehidupan ikan patin berkisar antara 2 - 5 ppm dan
kandungan CO2 (karbondioksida) tidak lebih dari 12,0 ppm.
Menurut Khairuman (2009). Ikan patin
sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air. Artinya, ikan ini dapat
bertahan hidup dikisaran pH air yang lebar, dari perairan yang agak asam (pH
rendah) sampai perairan yang basa (pH tinggi), dari 5 sampai 9. Kandungan
oksigen (O2) terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan patin berkisar
antara 3 - 6 ppm, sedangkan karbondioksida (CO2) yang bisa ditoleran
berkisar antara 9 - 20 ppm. Alkalinitasnya antara 80 - 250 mg/l. Suhu air media
pemeliharaan yang optimum berada dalam kisaran 28 - 30 °C.
2.3 Tingkah Laku dan
Kebiasaan Makan
Menurut Khairuman
(2002), sebagaimana ikan catfish lainnya, ikan patin di alam bebas biasanya
selalu bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai atau kali. Ikan ini baru
keluar dari liang persembunyiannya pada malam hari setelah hari mulai gelap. Hal
ini sesuai dengan sifat hidupnya yang nocturnal
(aktif pada malam hari). Habitat asli nya sungai-sungai besar yang tersebar di
beberapa pulau besar di Indonesia, ikan ini banyak menetap didasar perairan
ketimbang di permukaan sehingga digolongkan sebagai ikan dasar (domersal). Hal
ini dapat dibuktikan dari bentuk mulutnya yang melebar, sebagaimana mulut
ikan-ikan domersal lainnya.
Menurut Kordi, 2005.
Patin adalah ikan omnivora (pemakan segala, hewan dan tumbuhan) dan cenderung
menjadi carnivora (pemakan hewan). Di alam, patin memakan ikan-ikan kecil,
cacing, detritus, serangga, biji-bijian, potongan daun tumbuh-tumbuhan,
rumput-rumputan, udang-udangan kecil dan molusca. Dalam pemeliharaannya, patin
dapat memakan pakan buatan (artificial foods) berupa pellet.
Menurut Djarijah, (2001).
Macam makanan yang dapat ditelan larva berumur sekitar 4 - 5 hari adalah
organisme renik berupa plankton. Mula-mula larva ikan memakan plankton nabati
(phytoplankton) yang berukuran 100 - 300 mikro, misalnya Brachionus calicyflorus, Synchaeta
sp, Notholca sp, Polyarthra
platyptera, Hexarthra mira, Brachionus falcatus, Asplanchna sp, Concchilus sp, Filina sp,
Brachionus angularis, Kratella cochlearis, dan K. Quadrata.
Susanto (2002)
menjelaskan, dialam makanan utama ikan patin berupa udang renik (crustacea),
insekta dan molusca. Sementara makanan pelengkap ikan patin berupa rotifera,
ikan kecil dan daun – daunan yang ada diperairan. Apabila dipelihara dikolam,
ikan patin tidak menolak diberi pakan, sesuai dengan penelitian Jangkaru, Z
(2004) dalam Buku Budidaya Ikan di Jaring Terapung, yang menyatakan bahwa ikan
patin (Pangasius hypothalamus) sangat
tanggap terhadap pakan buatan.
Ikan patin yang dipelihara dikolam
diberi pakan dengan kandungan protein 28-35 %, Pakan pellet 3 % per hari dan
diberikan 3 kali per hari, untuk mempercepat pematangan gonad, induk ikan
diberi pakan ikan rucah 10 % dari bobotnya dan diberikan 2 kali seminggu.
(Sumber SNI : 01-6483.1-2000. Menganai Manajemen Pakan Ikan Patin, Bogor).
2.4 Perkembangbiakan
Menurut Muhyaddin
(2010), perkembangbiakan ikan patin di kolam budidaya pada dasarnya, patin
memang sulit melakukan pemijahan bila tidak dialam karena faktor lingkungan di
kolam budi daya sangat berbeda dengan habitat alaminya. Untuk itu, pemijahan
patin pada kolam budi daya cenderung dilakukan melalui kawin suntik (induce
breeding) pada induk patin.
Menurut Mahyuddin (2010). Patin yang
dibudidayakan di kolam dapat dikawinkan sepanjang tahun, asalkan dikelola
dengan baik dan diperhatikan kematang gonad dari induk jantan dan induk
betinanya. Diketahui bahwa induk patin jantan lebih cepat mencapai matang gonad
dari pada ikan betina, yakni sekitar umur 1,5 tahun, sedangkan gonad induk
betina baru matang pada umur 2,5 tahun. Kematang gonad induk patin sangat dipengaruhi
oleh suhu lingkungan. Sebagai contoh, perkembangbiakan telur dan sperma ikan
patin yang hidup didaerah tropis akan lebih cepat dari pada patin yang hidup di
daerah subtropis. Pada musim hujan setiap 1 kg induk patin siam dapat
menghasilkan telur sebanyak 120.000 – 200.000 butir telur, sedangkan pada musim
kemarau setiap kilogram induk hanya menghasilkan telur sekitar 60.000 – 100.000
butir. Terlarut (O2), karbondioksida (CO2), amoniak, dan
alkalinitas. Sedangkan sifat biologi air meliputi plankton, benthos, dan
tanaman air. Variabel – variabel dalam kualitas air tersebut akan mempengaruhi
pengolahan, kelangsungan hidup, dan perkembang biakan (reproduksi ikan).
2.5 Kebiasaan Hidup Ikan Patin
Menurut Djariah (2001), Ikan Patin (Pangasius hypothalamus) bertahan hidup
pada perairan yang kondisinya sangat jelek dan akan tumbuh normal di perairan
yang memenuhi persyaratan ideal sebagaimana habitat aslinya. Kandungan Oksigen
(O2) yang cukup baik untuk kehidupan ikan patin berkisar 2-5 ppm
dengan kandungan Karbondioksida (CO2) tidak lebih 12,0 ppm. Nilai pH
atau derajat keasaman adalah 7,2 – 7,5, konsentrasi sulfida (H2S)
dan ammonia (NH3) yang masih dapat ditoleransi oleh ikan patin yaitu
1 ppm. Keadaan suhu air yang optimal untuk kehidupan ikan patin antara 28 – 29 0C.
ikan patin lebih menyukai perairan yang memiliki fluktuasi suhu rendah.
Kehidupan ikan patin mulai terganggu apabila suhu perairan menurun sampai 14 –
15 0C ataupun meningkat diatas 33 0C. Aktifitas patin
terhenti pada perairan yang suhunya dibawah 6 0C atau diatas 42 0C.
2.6 Laju Pertumbuhan
Ikan Patin
Menurut Kordik (2005), Ikan patin sebagaimana hewan
air lainnya untuk memperoleh pertumbuhan maksimal membutuhkan asupan makanan
yang unsur-unsurnya (protein, karbohidrat, lemak dan lain-lainnya) mencukupi
hewan tersebut. Padat tebar yang tinggi akan mengganggu laju pertumbuhan
meskipun kebutuhan makanan tercukupi. Hal ini disebabkan karena adanya
persaingan dalam memperebutkan makanan dan ruang.
Menurut Hernowo (2001), Pertumbuhan adalah
total energi yang diubah menjadi penyusun tubuh, kebutuhan energi ini diperoleh
dari makanan. Pertumbuhan juga merupakan suatu proses pertambahan bobot maupun
panjang tubuh ikan, adapun perbedaan laju pertumbuhan dapat disebabkan karena
adanya pengaruh padat penebaran dan persaingan di dalam mendapatkan makanan.
2.7 Parameter
Pengukuran Kualitas Air
2.7.1 Parameter Fisika
Perairan
Menurut Gatot Subroto
(2002), Suhu merupakan Variabel lingkungan penting untuk organisme akuatik yang
mana Rentang toleransi serta suhu optimum kultur berbeda untuk setiap jenis /
spesies ikan, hingga stadia pertumbuhan yang berbeda, Suhu yang ada disuatu
perairan (wadah budidaya) dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan
Peningkatan suhu dapat mengeluarkan
reaksi diantaranya :
- Peningkatan aktivitas metabolisme ikan
- Penurunan gas (oksigen ) terlarut
- Efek pada proses reproduksi ikan
- Ekstrim : kematian kultur
Suhu merupakan faktor
fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat reaksi – reaksi
kimiawi, misalnya saja proses metabolisme akan naik sampai puncaknya dengan
kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung
untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada
jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara
keseluruhan.
Menurut Effendi H (2007),
menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk
hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak.
Menurut Gatot Subroto
(2002), distribusi suhu secara vertikal perlu diketahui karena akan
mempengaruhi distribusi mineral dalam air karena kemungkinan terjadi pembalikan
lapisan air. Suhu air akan mempengaruhi juga kekentalan (visikositas) air.
Perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi
perubahan daya angkut darah. Suhu sangat berkaitan erat dengan konsentrasi
oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen hewan air. Suhu berbanding
terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut, tetapi berbanding lurus
dengan laju konsumsi oksigen hewan air dan laju reaksi kimia dalam air.
Menurut Gatot Subroto
(2002), baik secara langsung maupun tidak langsung, suhu air mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menentukan pertumbuhan dan kehidupan larva udang.
Secara umum, dalam batas – batas tertentu, kecepatan pertumbuhan larva
meningkat sejalan dengan naiknya suhu air. Tetapi daya kelangsungan hidupnya
menurun pada suhu tinggi.
Menurut Effendi H. (2007), pertumbuhan
dan kehidupan biota air sangat dipengaruhi suhu air. Kisaran suhu optimal bagi
kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28-32 0C. Pada
kisaran tersebut konsumsi oksigen mencapai 2,2 mg/g berat tubuh/jam. Dibawah
suhu 250C, konsumsi oksigen mencapai 1,2 mg/g berat tubuh/jam. Pada
suhu 18-25 0C, ikan masih bertahan hidup, tetapi nafsu makan mulai
menurun. Suhu air 12-18 0C mulai berbahaya bagi ikan, sedangkan pada
suhu dibawah 120C ikan tropis akan mati kedinginan.
2.7.2 Parameter Kimia
Perairan
Parameter kimia
perairan yang sangat berpengaruh besar terhadap kualitas air media pemeliharaan
ikan/udang seperti oksigen terlarut (DO), pH, salinitas, karbodioksida (CO2),
alkalinitas, amoniak. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Khairuman, dkk (2005),
menyatakan derajat keasaman (pH) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang
menunjukan suasana asam atau basa suatu perairan. Kisaran nilai pH adalah 1-14.
Suatu pH dianggap normal jika bernilai 7. Faktor yang mempengaruhi pH adalah
konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam.
Menurut Khairuman, dkk (2005)
nilai pH di atas 10 dapat membunuh Ikan, sementara nilai pH dibawah 5
mengakibatkan pertumbuhan Ikan terhambat. Patin sangat toleran terhadap derajat
keasaman (pH) air. Ikan ini dapat bertahan hidup di perairan dengan derajat
keasaman yang agak asam (pH rendah) sampai di perairan yang sangat basa (pH
tinggi) dengan pH 5-9.
2.8
Manajemen Kualitas air
Berikut ini adalah Parameter dan
kandungan air yang dianjurkan :
Parameter
|
Kandungan Air yang dianjurkan
|
Suhu
|
28 – 30 °C
|
pH
|
6,5 – 8,5
|
Oksigen terlarut (O2)
|
3 – 7 mg/l
|
Kecerahan
|
30 – 45 cm
|
Karbondioksida
|
Maksimum 11 (mg/l)
|
Amonia total
|
Maksimum 1 (mg/l)
|
Nitrit
|
Minimum 0,1 (mg/l)
|
Alkalinitas
|
Minimum 20 (mg/l CaCO3)
|
Kesadahan total
|
Minimum 20 (mg/l CaCO3)
|
Tabel 1. Kualitas air yang memenuhi
persyaratan untuk Budidaya ikan Patin Sumber: Muhyaddin (2010)
1.
Temperatur
/ Suhu
Menurut SNI :
01-6483.4-2000 (2000) cara mengukur suhu air dilakukan dengan menggunakan
termometer yang dinyatakan dalam satuan °C. Pengukuran suhu air dilakukan
dipermukaan air dan dasar wadah, pengukuran dilakukan dengan frekuensi dua kali
yaitu pagi dan sore hari.
2.
Oksigen
terlarut (DO)
Menurut SNI :
01-6483.4-2000 (2000) cara mengukur oksigen terlarut dengan menggunakan
DO-meter, pengukuran oksigen air dilakukan dipermukaan air dan dasar wadah,
pengukuran dilakukan dengan frekuensi dua kali yaitu pagi dan sore hari.
3.
Derajat
keasaman (pH)
Menurut SNI :
01-6483.4-2000 (2000), cara mengukur pH air dilakukan dengan menggunakan pH
meter atau pH indikator.
pH air
|
Pengaruh terhadap ikan Budidaya
|
< 4,5
|
Air bersifat
racun bagi ikan
|
5 – 6,5
|
Pertumbuhan
ikan terhambat dan ikan sangat sensitif terhadap bakteri dan parasit
|
6,5 – 9,0
|
Ikan
mengalami pertumbuhan optimal
|
> 9,0
|
Pertumbuhan
ikan terhambat
|
Tabel
2. Hubungan antara pH air dan kehidupan ikan Budidaya (Kordi, 2009).
2.9 Persiapan Kolam
Pendederan Dan Pembesaran
2.9.1 Pengeringan Kolam
Selain untuk
mengistirahatkan lahan, tujuan dari pengeringan dasar kolam adalah untuk
membasmi hama dan penyakit, menghilangkan senyawa atau gas-gas beracun,
mempercepat proses mineralisasi dari sisa bahan organic, serta memperbaiki
struktur tanah menjadi gembur. Dengan demikian, aerasi dalam tanah menjadi
baik. Kegiatan ini merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam persiapan
pendederan dan pembesaran ikan patin.
Proses pengeringan dan penjemuran dasar
kolam dilakukan selama 3-7 hari, tetapi tergantung dari kondisi cuaca dan
keadaan tanah. Pengeringan kolam tanah dianggap selesai jika tanah dasar kolam
menjadi retak-retak. Sementara pengeringan kolam untuk semen dan terpal
dianggap selesai jika dasar dan dinding kolam sudah kering atau tidak basah.
2.9.2 Pengelohan Dasar
Kolam
Selain pengeringan,
dasar kolam juga perlu diolah. Tujuannya agar tanah menjadi gembur,
memungkinkan proses aerasi dalam tanah berlangsung secara sempurna, mempercepat
berlangsungnya proses dekomposisi senyawa-senyawa organic dalam tanah, dan
membuang gas-gas beracun supaya terlepas keudara. Pada pengolahan tanah didasar
kolam, tanah dibalik dengan cara pembajakan atau pencangkulan. Tanah dasar
kolam yang baru dibalik kemudian di angin-anginkan. Hal ini akan membuat
racun-racun didalam kolam menguap dan menciptakan lapisan kedap air.
2.9.3
Pembuatan Kemalir
Pembuatan kemalir dilakukan dengan cara menarik dua buah
tali plastik dari pintu pemasukan ke pintu penge-luaran. Jarak antara tali atau
lebar kemalir antara 40-50 cm. Tanahnya digali sedalam 5-10 cm. Pembuatan
kemalir bertujuan untuk mempermudah penangkapan benih saat panen. Setelah
kemalir dibuat, tanah dasar diratakan.
2.9.4 Pembuatan Kobakan
Pembuatan kobakan dilakukan dengan cara
menggali lumpur pada bagian tersebut dan membuang ke pelataran kolam. Agar
lumpur tidak kembali lagi maka pada bagian itu harus tanak yang keras. Dengan
demikian tidak akan terjadi longsor lagi dan bagian itu bertahan hingga panen
tiba.
2.9.5 Pengapuran
Pengapuran dilakukan dengan cara
menyiramkan air kapur ke seleuruh bagian tanah dasar dan pematang. Sebelumnyar
kapur direndam terlebih dahulu dengan air. Untuk kapur yang sudah kering,
pengapuran dapat dilakukan dengan cara menaburkan ke seluruh bagian tanah dasar
dan pematang. Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanah,
terutama pH dan alkalinitasnya.
2.9.6 Pengisian air
Pengisian air dilakukan dua hari setelah
pengapuran. Caranya dengan menutup lubang pembuangan dan membuka lubang
pemasukan. Air dibiarkan mengalir hingga mencapai ketinggian 60 – 80 cm. Agar
tercipta kualitas air yang baik, maka selama masa pemeliharaan, air dibiarkan
mengalir
2.10 Penebaran benih
Penebaran dilakukan pada pagi hari, saat
suhu air masih rendah. Tujuannya agar benih yang ditebar tidak stres akibat suhu
tinggi. Caranya, dengan meletakan alat angkut di atas permukaan air, lalu
memasukan air kolam sedikit demi sedikit hingga suhu air dalam wadah angkut
sama dengan suhu air kolam. Setelah itu barulah benih ditebarkan sedikit demi
sedikit. Penebaran benih harus dilakukan di beberapa bagian kolam agar benih
tersebut cepat tersebar di beberapa bagian kolam.
2.11 Hama dan Penyakit
Menurut Mahyuddin (2010), penyakit yang
menyerang ikan merupakan suatu proses hubungan antara 3 faktor, yaitu
lingkungan, ikan, dan jasad penyakit. Ikan yang terserang jasad penyakit
merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan
organisme penyebab penyakit. Faktor-faktor tersebut, hama dan penyakit umumnya
juga menyerang setelah ikan mengalami ganguan fisik, kurang gizi akibat mutu
pakan yang jelek, menurunnya kualitas air kolam, sanitai lingkungan yang buruk,
serta pengetahuan dan kemampuan pembudidaya yang masih terbatas mengenai hama
dan penyakit ikan.
2.12 Pemanenan
Panen dilakukan setelah ikan mencapai
ukuran yang diinginkan, atau mencapai ukuran konsumsi. Caranya dengan membuka
lubang pengeluaran dan menutup lubang pemasukan. Sambil menunggu air air
dilakukan penangkapan. Bila sudah surut, ikan ditangkap sedikit demi sedikit,
kemudian dimasukan dalam ember dan ditampung dalam bak atau hapa. Ikan-ikan
ditangkap hingga habis bersambung.
2.13Analisa Finansial
Agar suatu kegiatan usaha, tak
terkecuali usaha budidaya patin, berlangsung secara berkelanjutan, perlu
dilakukan perhitungan analisa usahanya. Dengan demikian, mudah diketahui besar
kecilnya tingkat keuntungan, jumlah modal yang dibutuhkan, pengembalian
investasi, maupun titik impas dari suatu usaha yang dilakukan tersebut
(Mahyuddin, 2010).
2.13.1
Analisa Investasi
Menurut
Mahyuddin (2010), analisa investasi adalah jumlah modal yang dikeluarkan untuk
memulai usaha. Biaya investasi biasanya digunakan untuk pengadaan peralatan
proses produksi dan sarana penunjangnya.
2.13.2 Biaya Produksi
Biaya produksi adalah
modal yang harus dikeluarkan untuk memproduksi larva ikan patin. Adapun rincian
biaya produksi untuk usaha pembenihan dalam setiap periode pembenihan adalah
sebagai berikut (Muhyaddin, 2010).
a.
Biaya tetap
Biaya tetap terdiri
dari biaya tenaga kerja tetap, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan dan sewa
lahan. Komponen biaya tenaga kerja tetap adalah biaya yang dikeluarkan pada
setiap bulan untuk gaji karyawan (Rahayu dkk, 2010).
b.
Biaya variabel
Menurut Rahayu dkk (2010), Komponen
biaya variabel yang akan dihitung antara lain : bahan untuk operasional, biaya
tenaga kerja tidak tetap, persiapan lahan, panen, dan perbaikan fasilitas
lainnya. Biaya lainnya termasuk bonus yang harus diberikan kepada karyawan
sebagai bentuk penghargaan atas keberhasilan dan loyalitas bekerja, setelah itu
juga ada digunakan dana sosial masyarakat sekitar dan keamanan.
2.13.3Analisa laba rugi
Laba / rugi merupakan
laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu
dan jumlah pendapatan dan sumber – sumber pendapatan serta jumlah biaya dan
jenis – jenis biaya yang dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar, 2007).
BAB
III
METODOLOGI
3.1
Waktu Dan Tempat
Praktik kerja lapang ini dilaksanakan
dari tanggal 20 Agustus 2013 s/d 23
September 2013 di Desa Karadenan Kecamatan Cicantayan Kabupaten Sukabumi, Pada
Kelompok Pembudidaya Ikan (POPDAKAN) “PATALI WARGI”
3.2 Alat Dan bahan
3.2.1
Alat
Bahan
yang digunakan dalam praktik kerja lapang
(PKL) ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Alat yang diperlukan
untuk pendederan ikan Patin
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1
|
Skopnet
|
Menangkap Benih Skala Kecil
|
2
|
Plastik
|
Packing
|
3
|
Baskom
|
Penyortiran
|
4
|
Ember
|
Wadah Penampungan Benih
|
5
|
Waring
|
Menangkap benih Skala Besar
|
6
|
Tali Rapia
|
Pengikat Plastik
|
7
|
Termometer
|
Mengukur Suhu
|
3.2.2
Bahan
Alat yang digunakan dalam praktik kerja
lapang (PKL) ini adalah sebagai
berikut
:
Tabel 3.2
Bahan Yang Diperlukan Untuk Pendederan Ikan Patin
No
|
Bahan
|
Spesifikasi
|
1
|
Ikan Patin
|
Benih Berukuran 2-3 Cm
|
2
|
Pakan
|
Pelet P1 PF1000
|
3.3.
Metode Praktik Kerja Lapangan
Metode yang akan
digunakan dalam praktek kerja lapangan ini adalah metode deskriptif, yaitu
pengumpulan data dari beberapa literatur untuk dijadikan acuan selama Praktek
Kerja Lapangan. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara dan partisipasi dengan melibatkan diri secara langsung dalam
pencarian gambaran mengenai pertumbuhan ikan patin yang dipelihara dikolam
Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) “Patali
Wargi”.
Adapun Metode yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah pengamatan langsung dilapangan. Untuk pengamatan Kualitas
air dilakukan 2 (dua) kali dalam satu minggu dan pengamatan pertumbuhan ikan
dilakukan 1 (satu) kali dalam satu bulan.
3.4 Metode Kerja
Praktik Kerja Lapangan
(PKL) dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung dilapangan yang
meliputi Pengamatan terhadap kualitas air dilakukan 2 (dua) kali dalam satu
minggu dan Sistem sortir pertumbuhan dilakukan 1 kali dalam 10 hari yang
dilakukan selama 1 (satu) bulan. Pengamatan laju pertumbuhan dilakukan dengan
menimbang sampel (beberapa ekor dari tiap kolamnya) berat biomassa total benih
ikan patin tiap perlakuan dibagi tiap kolamnya. Penimbangan ini bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan melalui bobot benih ikan patin setiap minggunya selama
masa pengamatan dan untuk pengamatan kematian dilakukan setiap harinya.
Selama pengamatan
berlangsung dilakukan pengukuran terhadap kualitas air. Pengukuran ini
bertujuan agar keberlangsungan hidup benih ikan patin dapat terjamin dan
apabila ada kematian pada ikan, maka dapat mempermudah dalam penanggulangan dan
pengontrolan kualitas airnya, pengukuran ini dilakukan setiap pagi hari pukul 09.00
WIB dan sore hari pada pukul 15.00 WIB. Parameter kualitas air yang diukur
adalah suhu dan kekeruhan.
3.5
Metode Analisa Data
Metode
analisa data yang digunakan dalam praktek
integrasi ini adalah analisa deskriptif dan kuantitatif, tetapi sebelum
dianalisa terlebih dahulu dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan
dengan cara melakukan sortasi yaitu memilah data – data yang didapat sesuai
dengan data yang dibutuhkan, kemudian dilakukan editing agar sesuai dengan
judul yang telah dipilih. Hasil pengolah dapat disajikan secara kuantitatif
baik dalam bentuk tabel, gambar, maupun grafik untuk mempermudah dalam
penyajian dan pengambilan kesimpulan.
Analisa
deskriptif yaitu menjelaskan kegiatan pembenihan ikan patin, kendala yang
dihadapi dan cara mengatasinya dibandingkan dengan literatur. Analisa
kuantitatif meliputi analisa teknis dan analisa finansial.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tahapan Pendederan Benih Patin di Kelompok Tani Patali Wargi
Pendederan benih patin yang dilakukan di Kelompok Tani
Patali Wargi (POPDAKAN) di bagi menjadi
2 tahap, yaitu tahap pertama dan kedua. Pada pendederan tahap pertama,
pemeliharaaan benih patin di lakukan hingga benih mencapai ukuran 2-3
inci/ekor, yakni selama 1 bulan pemeliharaan di media kolam semen. Sedangkan
pada pendederan tahap kedua, pemeliharaan dilakukan pada benih hasil pendederan
pertama (ukuran 2 inci/ekor) hingga ukuran benih mencapai 3-4 inci/ekor, yakni
selama 1 bulan pemeliharaan di kolam tanah. Selanjutnya benih ukuran 2-3
inci/ekor tersebut pun siap untuk ditebarkan di kolam pembesaran.
5.2
Pemeliharaan Benih Ikan patin
5.2.1. Teknik
Penebaran Benih
Penebaran benih
dilakukan setelah persiapan kolam selesai dan dipastikan kondisi air
benar-benar stabil. Benih yang ditebar tidak langsung dilepaskan langsung
tetapi ada proses pembiaran fungsinya untuk menghindari ikan stres, karena ada
perubahan suhu yang sangat drastis, pembiaran benih dilakukan selama 10 menit
agar ikan benar-benar sudah beradaptasi.
5.2.2 Teknik Pemberian Pakan
Pemberian
pakan disesuaikan dengan ukuran atau umur benih. Untuk benih ukuran 1 inch
pakan pelet yang diberikan jenis pelet
F1000, karena ukuran pellet tersebut
sesuai dengan bukaan mulut benih ikan.
Pemberian pakan
diberikan 4 kali sehari pagi, siang, sore, malam dengan takaran 3 liter pellet.
Teknik pemberian pakan dengan cara menebar sedikit demi sedikit fungsi nya
untuk memancing ikan agar bisa bergerombol.
5.3 Pengolahan Kualitas Air
Pengolahan
kualitas air bertujuan untuk menyediakan lingkungan hidup yang optimal bagi
benih ikan patin untuk dapat hidup, berkembang, dan tumbuh sehingga bisa
menunjang optimalisasi kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan patin.
Prisip
pengelolaan air adalah memasukan zat yang bermanfaat seperti O2 atau
air baru ke dalam wadah budidaya dan mengeluarkan yang tidak bermanfaat bahkan
merugikan seperti sisa pakan, kotoran ikan, amoniak dan CO2.
5.4 Pengendalian Hama Dan Penyakit
Selama kegiatan praktek di Kelompok
Tani Patali Wargi (POPDAKAN) dilaksanakan tidak terjadi serangan penyakit
terhadap biota yang dibudidayakan pengamatan penyakit terhadap benih hanya
dilakukan secara visual. Persiapan dilakukan secara maksimal, serta untuk pakan
kebutuhan nutrisi untuk benih terpenuhi.
5.5 Pemanenan
Panen merupakan tahap akhir dari kegiatan budidaya
ikan, yakni setelah mencapai ukuran pasar dilakukan pemanenan. Panen patin
harus sudah direncakan sejak awal penebaran ikan ke kolam budidaya. Hal ini
karena menyangkut biaya pakan yang harus dikeluarkan. Pemanenan dilakukan
setelah patin mencapai umur atau ukuran tertentu sesuai dengan yang sudah
direncakan.
Waktu panen benih patin di Kelompok tani Patali Wargi ini hingga mencapai
Ukuran 3 inci/ekor, ikan yang tidak masuk ukuran 3 inci/ekor ketika penyortiran
di masukan lagi ke kolam pendederan. Untuk pegemasan/packing benih ikan
dimasukan ke dalam plastik tebal yang di masukan oksigen.
5.6
Analisa Usaha
5.6.1 Biaya Investasi
Biaya
investasi yang diperlukan untuk memulai usaha pendederan ikan
patin di kelompok tani Patali Wargi (POPDAKAN) ini adalah
sebesar Rp. 23.925.000 Adapun
rincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran (6)
56.2. Biaya Tetap
Biaya
tetap per bulan yang
harus dikeluarkan dalam usaha pembenihan patin ini adalah sebesar Rp. 24.500.000. Adapun
rincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran (7).
5.6.3 Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap yang harus dikeluarkan tiap tahunnya adalah Rp. 26.500.000. Adapun rincian biaya tidak tetap dapat
dilihat pada Lampiran 11.
5.8.4 Biaya Produksi
Total biaya selama satu tahun adalah = Biaya Tetap +
Biaya Variabel.
= Rp. 24.500.000 + Rp. 26.500.000
= Rp. 51.000.000
56.5 Pendapatan Usaha
Perhitungan mengenai pendapatan yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
Pendapatan/tahun = Total produksi x harga per unit
= 240.000 ekor x Rp.80
=
Rp. 192.000.000 x 1
siklus
= Rp. 192.000.000
5.7.2.6
Analisa Laba/Rugi
Perhitungan
laba/rugi bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang didapatkan dari
hasil produksi per tahunnya.
Laba/Rugi
= Total penjualan – Total biaya
= Rp. 192.000.000
– Rp. 51.000.000
= Rp. 141.000.000
Teknik Pendederan Ikan Bandeng
Reviewed by Screamer
on
07:16
Rating:
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
ReplyDeletemenyediakan TEST KIT untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www.tokopedia.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro