MAKALAH PEMANFAATAN KELAUTAN DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN

PEMANFAATAN KELAUTAN
DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN


(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya )



                                                     Disusun Oleh :

Muhamad Galih Prayoga (033041111003)
Randy Syavella (033041111004)
Fery Fauzi (033041111001)
M.Ilman Maulana (033041111005)
Sekar (033041111006



PROGRAM STUDI MANAJEMAN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nyah sehingga penyusun tugas ini dapat di selesaikan  
Tugas ini disusun untuk di ajukan sebagai tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Yang Berjudul Pemanfaatan Kelautan  Dalam Perspektif Al Qur’an” jurusan sumber daya perairan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
Terima kasih Disampaikan kepada Dosen mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya  yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi kelancaran tugas ini .
Demikian tugas ini disusun semoga bermanfaat,agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Pengantara Ilmu Perikanan


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000. Jumlah yang besar ini mengindikasikan pula kekayaan biodiversity yang dipunyai Indonesia. Dalam buku yang dikeluarkan Conservation International : “Megadiversity : Earth’s Biologically Wealthiest Nations” (1998) disebutkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua dalam hal keanekaragaman hayati. Namun eksplioitasi berlebihan pada sumberdaya hayati sekarang ini menjadi isu kritis, dan menjadi masalah dari manajemen biodiversiti. Isu terakhir yang banyak menyita perhatian adalah kerusakan terumbu karang (coral reef), karena perannya yang sentral dalam ekosistem laut.

Dengan panjang pantai 81.000 km indonesia bisa dikatakan negara yang memiliki paling banyak ragam terumbu karang di kawasan Asia Pasifik. Dari hasil penelitian P3O-LIPI  sudah berhasil diidentifikasi 354 tipe dan 75 famili terumbu karang. Terumbu karang mempunyai peran penting. Dengan keberadaannya, pantai dan desa-desa yang terletak di dekat pantai terlindungi dari hantaman ombak. Terumbu karang juga merupakan komponen penting untuk bermacam-macam produk manufaktur, seperti farmasi, kesehatan dan industri pangan. Juga untuk turisme, variasi terumbu karang yang berwarna-warni dan dalam bentuk yang memikat merupakan atraksi tersendiri untuk orang-orang asing maupun turis domestik, sebagaimana misalnya di Maluku dan Sulawesi Utara. Adapun yang jarang diketahui orang adalah kemampuan terumbu karang dalam memproduksi oksigen sebagaimana hutan di daratan.

1.2 Permasalahan

Yang menjadi teka-teki, mengapa umat yang begitu banyak, dan penduduk suatu negeri kepulauan yang telah mengenal Islam selama lebih dari 13 abad, masih juga belum memperoleh manfaat dari petunjuk yang diberikan secara berlimpah-limpah di dalam kitab suci pegangannya, Al Qur’an? Terutama tentang menuai karunia Allah dari lautan. Apakah ada pesan Al Qur’an yang belum sampai? Atau apakah ada proses penafsiran yang kurang tepat sehingga, para penganut Islam di negeri kepulauan ini gagal menangkap pesan-pesan yang amat sangat berharga bagi mengangkat harkat, memakmurkan diri mereka, menyelamatkan hidup di dunia, sebagaimana juga menjamin kehidupan yang penuh kenikmatan di akhirat kelak ? Apakah para ulama dan guru-guru agama kita telah gagal mengartikulasikan dan memberi inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk mencari rezeki di laut berdasarkan bunyi ayat ”supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur” ? Bagaimana hal ini bisa terjadi ? Padahal apabila inspirasi dari Al Qur’an ini tidak muncul, maka wajar saja bila ribuan insinyur muslim, teknokrat dan birokrat putra Indonesia, telah gagal atau paling tidak belum bersungguh-sungguh dalam “membumikan”, atau lebih tepatnya “melautkan”, pesan Al Qur’an untuk membangun khayran ummah, the best and chosen society, yang berwawasan kelautan.
Tulisan ini akan memaparkan secara singkat bagaimana al Qur’an telah memberikan rambu-rambu pemanfaatan kelautan, demi rahmat-Nya kepada hamba-Nya agar mereka bersyukur dan mau memikirkan segenap nikmat-nikmat-Nya. Penulis akan membatasi tulisan pada :
1. Bagaimana al Qur’an berbicara tentang pemanfaatan kelautan?
2. Apa solusi untuk mengentaskan  kemiskinan terutama masyarakat pesisir dari pemanfaatan kelautan ini?
 Dalam kontek ini maka, pemanfaatan kelautan khususnya di Indonesia ini, akan dikaitkan sebagai satu upaya yang harus segera dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan penduduknya, khususnya masyarakat pesisir –nelayan-. Penulis menggunakan pendekatan tafsir tematik, sebagai satu upaya merefleksikan kebenaran mutlak nash yang tak terbantahkan ke dalam tataran empiris sensual kondisi masyarakat, khususnya di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bangsa Pelaut Sebagai Populasi Muslim Terbesar

Statistik penduduk Islam sedunia menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia menduduki rangking teratas. Muslim Indonesia merupakan kumpulan orang Islam yang berhimpun di satu tempat terbanyak di jagad ini. Secara kuantitas, muslim Indonesia mencapai jumlah hingga lebih dari 190 juta manusia yang merupakan 87 % dari seluruh penduduk kepulauan terluas di muka bumi. Uniknya, tempat bermukimnya umat Islam terbanyak berhimpun itu adalah kepulauan terluas di muka bumi ini. Masya Allah. Tradisi kemaritiman bangsa Indonesia pun juga telah mendarah daging dan berumur panjang. Hal ini dibuktikan dengan beberapa catatan sejarah, artefak, peninggalan sejarah serta bahasa dan jejak kebudayaan bangsa Nusantara yang menyebar dari Madagascar di Lautan Hindia hingga ke Hawaii dan Marquesas di lautan Pasifik.

2.2 Pengertian Tafsir Tematik

Tafsir Tematik dalam bahasa Arab disebut tafsir maudhu’i. Tafsir maudhu’i terdiri dari dua kata, yaitu kata tafsir dan kata maudhu’i. Kata tafsir termasuk bentuk masdar (kata benda) yang berarti penjelasan, keterangan, uraian.  Kata maudhu’i dinisbatkan kepada kata maudhu’, isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang memiliki makna beraneka ragam, yaitu yang diletakkan, yang diantar, yang ditaruh,  atau yang dibuat-buat, yang dibicarakan/tema/topik. Makna yang terakhir ini (tema/topik) yang relevan dengan konteks pembahasan di sini. Secara harfiah tafsir maudhu’i dapat diterjemahkan dengan tafsir tematik, yaitu tafsir berdasarkan tema atau topik tertentu.
Pengertian tafsir tematik (maudhu’i) secara terminologi banyak dikemukakan oleh para pakar tafsir yang pada prinsipnya bermuara pada makna yang sama. Salah satu definisi maudhu’i/tematik yang dapat dipaparkan di sini ialah definisi yang dikemukakan Abdul Hayyi al-Farmawi sebagai berikut, yaitu pola penafsiran dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusun berdasarkan masa turun ayat serta memperhatikan latar belakang sebab-sebab turunnya, kemudian diberi penjelasan, uraian, komentar dan pokok-pokok kandungan hukumnya.
Definisi tafsir maudhu’i ini memberikan indikasi bahwa mufassir yang menggunakan metode dan pendekatan tematik  dituntut harus mampu memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan topik yang dibahas, maupun menghadirkan dalam fikiran pengertian kosa kata ayat dan sinonimnya yang berhubungan dengan tema yang ditetapkan. Mufassir menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya dalam upaya mengetahui perkembangan petunjuk al-Qur’an menyangkut persoalan yang dibahas, menguraikan satu kisah atau kejadian membutuhkan runtutan kronologis peristiwa. Mengetahui dan memahami latar belakang turun ayat (bila ada) tidak dapat diabaikan, karena hal ini sangat besar pengaruhnya dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an secara benar. Untuk mendapatkan keterangan yang lebih luas, penjelasan ayat, dapat ditunjang dari hadis, perkataan para sahabat, dan lain-lain yang ada relevansinya.
Konsep yang dibawa mufassir dari hasil pengalaman manusia dalam realitas eksternal kehidupan yang mengandung salah dan benar dihadapkan kepada al-Qur’an. Hal ini bukan berarti bahwa mufassir berusaha memaksakan pengalaman manusia kepada al-Qur’an dengan dengan memperkosa ayat-ayat untuk mengingkari kehendak manusia, melainkan untuk menemukan pandangan al-Qur’an dalam kapasitasnya sebagai sumber inovasi dan penentu kebenaran Ilahi yang dikaitkan dengan kenyataan hidup

2.3 Langkah-langkah dalam tafsir tematik

Pada tahun 1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy, yang juga menjabat guru besar pada Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, menerbitkan buku Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu'i dengan mengemukakan secara terinci langkah-langkah yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan metode mawdhu'iy. Langkah-langkah tersebut adalah:
(a) Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik);
(b) Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut;
(c) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab al-nuzul-nya;
(d) Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing;
(e) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline);
( f) Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan;
(g) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang 'am (umum) dan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.

2.4 Ayat-ayat Tentang Laut

Dari 6.236 ayat dalam al Qur’an sedikitnya ada 32 ayat yang membicarakan tentang laut dalam berbagai dimensinya; ada sebagai metafor keluasan ilmu-Nya, ada yang menunjukkan kewilayahan dalam aktivitas dan tempat yang penuh resiko bagi yang ada di dalamnya kecuali dengan penguasaan dari Allah swt. Dan beberapa ayat yang secara khusus mengisayaratkan untuk pemanfaatannya, demi kemakmuran penduduk negeri.
Tak cuma itu, akurasi Alquran dalam membahas soal lautan juga terlihat dari perbandingan jumlah ayat. Dalam Alquran terdapat 32 ayat yang menyebut kata 'laut'. Sedang kata 'darat' terkandung dalam 13 ayat Alquran. Jika dijumlahkan, keduanya menjadi 45 ayat. Angka 32 itu sama dengan 71,11 persen dari 45. Sedang 13 itu identik dengan 28,22 persen dari 45. Berdasar ilmu hitungan sains, ternyata memang 71,11 persen bumi ini berupa lautan dan 28,88 persen berupa daratan.
Ayat ayat itu antara lain:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(QS. Al Baqarah [2] : 164).

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. An Nahl [16] : 14).

رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-Kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.(QS. Al Isra [17] : 66).

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Ar Ruum [30] : 46).

وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. (QS. Al Fathir [35] : 12).

اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al Jatsiyah [45] : 12).

2.5  Penafsiran Ulama Tafsir

2.5.1      As Sa’diy

1. Pada ayat 164 surat al baqarah, dijelaskan bahwa kapal-kapal atau yang semisalnya yang telah diilhamkan Allah kepada manusia untuk membuatnya dan berlayar dengan bantuan angin dengan membawa barang-barang dagangan adalah dengan izin Allah.

2. Ayat 14 surat an Nahl, dikatakan bahwa Allah sendiri yang menyediakan kebutuhan yang bermacam-macam bagi manusia; dari berbagai jenis ikan, juga kapal-kapal yang berlayar dari satu negeri ke negeri lain dengan membawa barang-barang perdagangan dan para penumpang yang bepergian. 
3. Dikatakan pada suarat al Isra’ ayat 66, sebagai berikut; Allah mengingakan kepada hamba-Nya akan ni’mat ditundukkannya laut untuk berlayarnya kapal-kapal dan semua berjalan dengan rahmat-Nya dan kasih sayang-Nya. Dengan mengilhamkan pembuatan alat-alat transportasi laut, adalah untuk kemakmuran manusia karena rahmat-Nya.

4. Surat Ruum ayat 46, dikatakan dan agar berlayar kapal-kapal di atas laut dengan kekuasaan-Nya, agar mencari segenap kekayaan laut dalam pekerjaan dan juga kemaslahatan mereka. 

5. Surat Fathir ayat 12, dikatakan lahman thariyyan adalah ikan yang dimudahkan dalam penangkapannya, dan mutiara-mutiara serta semua yang terkandung di dalam laut untuk bisa digali.

2.5.2      Sayyid Quthb

Dalam tafsirnya Fi Dhilal al Qur’an, dijelaskan sebagai berikut:
1. Sayyid Quthb dalam memberikan tafsirnya pada ayat 164 surat al Baqarah; وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ adalah bahwa kebesaran kapal-kapal yang berlayar di atas laut dengan segala kemegahan dan muatannya tidak ada apa-apanya dibanding dengan kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya. 

2. Pada ayat 14 surat an Nahl;  وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ adalah betapa sangat indahnya pemandangan di permukaan laut dengan kapal-kapal yang berlayar di atasnya. Kemudian untuk kelanjutan ayat ini dia mengungkapkan bahwa adalah merupakan kebutuhan yang dharuriy; seperti ikan-ikan yang ada di dalamnya, dan barang tambang yang dikandung bagi kebutuhan ummat manusia.

3. Ayat 66 surat al Isra’;  dijelaskan adalah merupakan keagungan Allah dalam menundukkan kapal-kapal di tengah dasyatnya samudara.

4. Surat Ruum ayat 46; dikatakan bahwa kegunaan laut adalah untuk perdagangan dan perjalanan (transportasi).

5. Pada ayat 12 surat Fatir; disebutkan proses terjadinya mutiara, pemanfaatan laut sebagai jalur perdanganan dan perjalanan, pemanfaatan ikan-ikan yang segar bagi manusia, perhiasan dan menggunakan air serta kapal-kapal berat.
Bisa penulis katakan bahwa penafsiran klasik akan lebih condong pada ketauhidan; dengan mengusung terma kekuasaan dan rahmat Tuhan bagi manusia. Sebab karena kekuasaan-Nya lah semua bisa dimanfaatkan bagi manusia.

2.6 Kemanfaatan Laut

Pada zaman dahulu (sebelum Islam datang dan masa awal Islam sampai abad pertengahan) fungsi laut adalah sebagai salah satu jalur transportasi yang sangat populer bagi manusia setelah jalur darat, laut memberikan kontribusi yang sangat luas bagi kemakmuran hidup manusia. Ini bisa dimaklumi dikarenakan secara geografis pun komposisi laut jauh lebih besar dari pada daratan. Sehingga manusia senantiasa berusaha dengan segala upaya agar mampu memanfaatkan jalur ini untuk kepentingan perdagangan mereka dan juga kepentingan transportasi laut lainnya.

2.7 Sarana Transportasi

Manfaat laut untuk kepentingan transportasi ini sudah dijelaskan dalam firman-Nya di surat al Baqarah ayat 164; وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ   “dan kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan membawa apa yang bermanfaat bagi manusia”. Dengan segala bentuk aktivitas para nelayan dan mungkin juga dari angkatan perang yang memanfaatkan jalur ini tentu harus dalam koridor senantiasa untuk melakukan inovasi-inovasi agar lebih maju baik dari segi peralatan dan sarana pendukung agar mampu menundukkan segenap bencana yang ada di laut apakah itu badai, kehilangan arah dan tidak adanya angin yang membuat kapal-kapal konvensional berhenti tidak mampu bergerak, Allah juga berfirman: وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ وَلِيُذِيقَكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَلِتَجْرِيَ الْفُلْكُ بِأَمْرِهِ “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya. Itulah mengapa kita senantiasa dimaklumkan oleh Allah untuk senantisa memikirkan kondisi alam yang demikian menakjubkan ini, di mana semua harapan inovasi ini hanya akan bisa dilakukan bagi mereka yang mau memikirkannya.
Sebagai jalur transportasi laut yang mengantarkan manusia kemana yang dia mau, dari satu negeri ke negeri lain, dari satu pulau ke pulau lain; dengan berbagai kepentingannya apakah sebagai transportasi perang, perdagangan, atau ekspedisi biasa. Hal ini tidak akan bisa ada tanpa rahmat-Nya yang menundukkan kapal-kapal yang berlayar itu dan juga laut dengan segalam gejala alam yang melingkupinya.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan melihat paparan alQur’an di atas dapat kita simpulkan bahwa Islam telah memberikan gambaran secara jelas bahwa laut memberikan kemanfaatan yang luar biasa besar. Semua yang terkandung di dalamnya adalah untuk manusia agar digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia.
Bagi bangsa Indonesia pengelolaan yang baik dan sesuai aturan akan sangat mempengaruhi keberhasilan program pengentasan kemiskinan, lebih kusus masyarakat pesisir.
Terma yang digunakan dalam al Qur’an untuk menggambarkan laut cukup beragam, sementara untuk yang terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi dapat memberikan gambaran kepada kita akan sunber yang ada di dalamnya.
Adalah sebuah kewajiban untuk memakmurkan dunia dan seisinya, semua yang dilakukan agar difokuskan untuk mencoba mensyukuri segenap nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada kita, manusia.
  

DAFTAR PUSTAKA

Al-Yasu’I, Lois Ma’luf, al-Munjid (Beirut: al-Katulikyyah, 1927).

Sayyid Quthb, Fi Dhilal al Qur’an, terj.  (Jakarta: Gema Insani, 2000).

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0401/07/bahari/785579.htm

http://www.e-syariah.net/artikel.asp?id=4

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/r/rokhmin-dahuri/index2.shtml

http://rudyct.tripod.com/sem1_023/andy_a_zaelany.htm.

http://www.lautanquran.com/modules.php?op=modload&name

http://64.233.187.104/search?q=cache:JfvYn5wDKlsJ:www.ekuator.com/katalog.see.p%3Fsee%3Dkatalogsee%26id%3D5760+islam+dan+kelautan&hl=id

http://www.republika.co.id/cetak_berita.asp?id=195889&kat_id=105&edisi
















MAKALAH PEMANFAATAN KELAUTAN DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN MAKALAH PEMANFAATAN KELAUTAN DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN Reviewed by Screamer on 04:17 Rating: 5

No comments:

a