MAKALAH AKHLAK DALAM ISLAM

MAKALAH
(AKHLAK)

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Islam)


Disusun oleh :
Muhamad Galih Prayoga (033041111003)
Randy Syavella (033041111004)
Fery Fauzi (033041111001)
M.Ilman Maulana (033041111005)
Sekar (033041111006)
Alwi Nova Anggara (033041111002)


PROGRAM STUDI MANAJEMAN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2011



KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah - Nya ,sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul“ AKHLAK’’ ini.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terimah kasih kepada kedua orang tua, yang berjasa telah  besar dan penuh pengorbanan serta selalu berdo’a dalam memenuhi segala kebutuhan ananda, sehingga penulis sekses dalam menuntut ilmu untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.
          
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunannya, baik dalam penyajian data, bahasa maupun sistematika pembahasannya. Penulis juga mengharpkan masukan atau kritikan maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaannya di masa yang akan datang.
           
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini Mudah-mudahan dengan adanya karya tulsis ini sedikit banyaknya dapat membawa manfaat kepada kita semua, dan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
 
                                                                                               
                                                                                                                       Penyusun
                                                                                                               

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1.        Latar Belakang.........................................................................1
1.2.        Tujuan......................................................................................1
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Akhlak..........................................................................2
2.2 Definisi...........................................................................................2
2.3 Syarat Berakhlak............................................................................3
2.4  Pembagian Akhlak........................................................................3.
2.5 Ruang Lingkup Akhlak...................................................................4
2.6 Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak Islami................................................6
2.7 Akhlak islami dalam kaitannya dengan status pribadi...................9
2.8 Akhlak Da’I/ Mubaligh...................................................................15
2.9 Macam-Macan Akhlak..................................................................16
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan...................................................................................19
Daftar Pustaka
 BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, atau malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.

Akhlak yang baik dan mulia akan mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang terhormat dan tinggi. Atas dasar itulah kami menyusun makalah ini, agar kita semua sebagai makhluk Allah, tidak tersesat dalam menjalani hidup, dan dapat menjadikan Rasulullah sebagai idola kita, karena sesungguhanya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kita.

1.2 Tujuan

Penulisan makalah ini, dimaksudkan untuk menginformasikan kepada pembaca, apa itu akhlak sesama manusia, apa dan bagaimana akhlak yang sebenarnya diajarkan islam, demi terciptanya kehidupan yang islami menuju keridhoan Allah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[1]
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2]
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.[3]
2.2 Definisi
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.[4] Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.[2] Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.[2]
Dalam Encyclopedia Brittanica[5], akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral


2.3 Syarat Berakhlak
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak
  1. Perbuatan yang baik atau buruk.
  2. Kemampuan melakukan perbuatan.
  3. Kesadaran akan perbuatan itu
  4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk

2.4  Pembagian Akhlak

Akhlak Baik (Al-Hamidah)

1. Jujur (Ash-Shidqu)

2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)

3. Malu (Al-Haya')

4. Rendah hati (At-Tawadlu')

5. Murah hati (Al-Hilmu)

6. Sabar (Ash-Shobr)

Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga Allah merelakannya, berkata, "Rasulullah SAW. bersabda", "Ketika Allah mengumpulkan segenap makhluk pada hari kiamat kelak, menyerulah Penyeru", "Di manakah itu, orang-orang yang utama (ahlul fadhl) ?". Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang utama (ahlul fadhl)". "Apa keutamaan kalian ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami, jika didzalimi, kami bersabar. Jika diperlakukan buruk, kami memaafkan. Jika orang lain khilaf pada kami, kamipun tetap bermurah hati". Akhirnya dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". Setelah itu menyerulah lagi penyeru, :"Di manakan itu, orang-orang yang bersabar (ahlush shabr) ?". Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. "Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa yang kalian maksud ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami sabar bertaat pada Allah, kamipun sabar tak bermaksiat padaNya. Akhirnya Dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". (Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/ Hal. 140)

2.5 Ruang Lingkup Akhlak

2.5.1 Akhlak pribadi

Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.[1]

2.5.2 Akhlak berkeluarga

Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.[1]
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[1] Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[1] Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.[1] Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.[1]

2.5.3 Akhlak bermasyarakat

Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.[1]
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.[1]

2.5.4 Akhlak bernegara

Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.[1]

2.5.5 Akhlak beragama

Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan
2.6 Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak Islami

Persoalan “Akhlak” di dalam islam banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur’n dan Al-Hadits.  Sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia. Ada yang menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang semestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.
Kita telah mengetahui bahwa akhlak islam adalah merupakan system moral/akhlak yang berdasarkan islam, yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah pada nabi/Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.
Memang  sbagaimana disebutkan terdahulu bahwa secara umum akhlak/moral terbagi atas moral yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat dan kedua moral yang sama sekali tidak berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, moral ini timbul dari sumber-sumber sekuler.
Akhlak islam, karena merupakan system akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar/sumber pokok daripada akhlak islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama islam itu sendiri.
Dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi:
عَنْ اَنَسِ بْنِ ماَلِكٍ قَالَ النَّبُّى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا ماَ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ وَرَسُوْلِهِ
Artinya:
“ Dari Anas Bin Malik berkata: Bersabda Nabi Saw: Telah kutinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya”.

Nasir menyebutkan bahwa Akhlak Islam berkisar pada:
a. Tujuan hidup setiap muslim, ialah menghambakan dirinya kepada Allah, untuk mencapai keridhaan-Nya, hidup sejahtera lahir dan batin, dalam kehidupan masa kini maupun yang akan datang.

b Dengan keyakinannya terhadap kebenaran wahyu Allah dan sunah Rasul-Nya, membawa konsekuensi logis, sebagai standard dan pedoman utama bagi setiap moral muslim. Ia member sangsi terhadap moral dalam kecintaan dan kekuatannya kepada Allah, tanpa perasaan adanya tekanan-tekanan dari luar.

c. Keyakinannya akan hari kemuadian/pembalasan, mendorong manusia berbuat baik dan berusaha menjadi manusia sebaik mungkin, dengan segala pengabdiannya kepada Allah.

d. Islam tidak moral yang baru, yang bertentangan dengan ajaran dan jiwa islam, berasaskan darI Al-Qur’an dan Al-Hadits, diinterprestasikan oleh ulama mujtahid.

e.  Ajaran Akhlak Islam meliputi segala segi kehidupan manusia berdasrkan asas kebaikan dan bebas dari segala kejahatan. Islam tidak hanya mengajarkan tetapi menegakkannya, dengan janji dan sangsi Illahi yang Maha Adil. Tuntutan moral sesuai dengan bisikan hati nurani , yang menurut  kodratnya cenderung kepada kebaikan dan membenci keburukan.

Dengan demikian dapat ditegasakan disini bahwa dasar dari akhlak islam secara global hanya ada dua yakni: Percaya adanya Tuhan dan percaya adanya hari kemudian/ pembalasan, sebagai disebutkan oleh Abul A’la Maududi bahwa system moral/akhlak ada yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan setelah mati.

Dalam islam, budi pekerti merupakan refleksi iman dari seseorang sebagai contoh(suri tauladan) yang pas dan benar ialah Rasullah Saw. Beliau memiliki akhlak yang sangat muia, agung dan teguh. Sehingga tidak mustahil kalau Allah memilih beliau sebagai pemimpin umat manusia.

“Akhlak” di dalam iajaran islam sangat rinci, berwawasan multi dimensial bagi kehidupan, sistematis dan beralasan realitas. Juga “Akhlak” banyak dibicarakan tentang konsekuensi yang bagi manusia yang tidak berpegang pada “ akhlak islam”.

“Akhlak islam” bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental. Tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiann di dunia dan akhirat. Dua simbolis tujuan inilah yang diidamkan manusia bukan semata berakhlak secara islami hanya bertujuan untuk kebahagiaan dunia saja.
Dalam ajaran Islam memelihara terhadap sifat terpuji. Dan ada cirri-ciri akhlak islamiyah yaitu:

1.      Kebajikan yang mutlak
Islam menjamin kebajikan mutlak. Karena Islam telah menciptakan akhlak yang luhur. Ia menjamin kebaikan yang murni baik untuk perorangan atau masyarakat pada setiap keadaan, dan waktu bagaimanapun. Sebaliknya akhlak yang diciptakan manusia, tidak dapat menjamin kebaikan dan hanya mementingkan diri sendiri.

2.      Kebaikan yang menyeluruh
Akhlak islami menjamin kebaikan untuk seluruh manusia. Baik segala jaman, semua tempat, mudah tidak mengandung kesulitan dan tidak mengandung perintah berat yang tidak dikerjakan oleh umat manusia di luar kmampuannya. Islam menciptakan akhlak yang mulia, sehingga dapat dirasakan sesuai dengan jiwa manusia dan dapat diterima akal yang sehat.

3.      Kemantapan
Akhlak Islamiayah menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang menciptakan Tuhan yang bijaksana, yang selalu memliharanya dengan kebaikan yang mutlak. Akan tetapi akhlak/etika ciptaan manusia bersifat berubah-rubah dan tidak selalu sama sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam satu jaman atau satu bangsa. Sebagai contoh aliran materialism, hati nurani dana lain sebagainya.

4.      Kewajiban yang dipatuhi
Akhlak yang bersumber dari agama Islam wajib ditaati manusia sebab ia mempunyai daya kekuatan yang tinggi menguasai lahir batin dan dalam keadaan suka dan duka, juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang kepadanya. Juga sebagai perangsang untuk berbuat kebaikan yang diiringi dengan pahala dan mencegah perbuatan jahat, karena takut skan siksaan Allah SWT.

5.      Pengawasan yang menyeluruh
Agama islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat, islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa usaha. Firman Allah dalam surat Al-Qiyamah: 1-2 ; yang artinya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”.

2.7 Akhlak islami dalam kaitannya dengan status pribadi

Dibagian ini kami akan menjelaskan “Akhlak islami” yang mengatur dan membatasi kedudukan (satus) pribadi sebagai:
  1. Hamba Allah
  2. Anak
  3. Ayah/ibu
  4. Anggota masyarakat
  5. Jama’ah
  6. Da’i/Muballigh
  7. Pemimpin
Dengan demikian “akhlak islami” mengarah kepada status pribadi yang berada pada kelompok social yang beraneka ragam. Fungsi, peran dan bagaimana semestinya berperilaku pada posisi(kedudukan) dalam kelompok sosial tersebut, dengan adanya “akhlak Islami” dapat dihindari (pola hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan kholiqnya) keliruan bertindak.

2.7.1   Pribadi sebagai Hamba Allah

Kenyataan di jagad raya (dunia) membuktikan bahwa ada kekuatan yang tidak Nampak. Dia mengatur dan memelihara alam semesta ini.Juga Dialah yang menjadi sebab adanya semua ini. Dalam pengaturan alam semesta ini terlihat ketertiban, dan ada suatu peraturan yang berganti-ganti dan gejala datang dengan keteraturan-Nya.
Semua kenikmatan tersebut, bukan berarti “ Sang Pencipta mempunyai maksud kepada manusia supaya membalas dengan sesuatu, itu tidak, tetapi Allah SWT.memerintahkan manusia agar senantiasa beribadah kepada-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan makhluk dengan kholiknya. Dalam masalah ketergantungan , hidup manusia selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta pokok ketergantungan adalah ketergantungan kepada yang Maha Kuasa, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah Rabul ‘alamin, Allah Tuhan Maha Esa.

     2.7.2 Pribadi sebagai Anak

Ketika nabi Ibrahim masih kecil, berdialog kepada ayahnya tentang Tuhan. Dan kesimpulannya bahwa Tuhan telah member petunjuk kepada manusia bahwa memperTuhan benda adalah sangat keliru.
Dengan demikian, dunia anak sangat penting diperhatikan. Apabila keliru dalam mendidik akhlak anak, bias jadi dunia anak akan tidak mengenal akhlak yang lebih lanjut anak akan melakukan perbuatan yang abnormal kriminalitas dan lain sebagainya. Contoh dalam pendidikan akhlak, apabila anaka-anak sekolah berdusta di dalam segala apa yang mereka bicarakan, didukung para gurunya berdusta juga di dalam mengajar dan segala pembicaraannya, maka masyarakat (anak-anak) tidak dapat berujud. Dan apabila dunia anak terancam demikian, masyarakat yang akan dating tidak dapat berwujud karena adanya tiap-tiap yang dibicarakan menjurus dusta. Dan yang membekas dan berwujud pada masyarakat yang merusak dan rendah martabatnya.
Maka model mendidik akhlak anak, tidak langsung berkata itu baik, atau itu buruk, apabila seorang anak baru saja belajar membaca, menurut kita itu jelek/buruk namun kita tidak seharusnya berkata demikian. Sebab dapat menyakiti hati dan patah semangat. Tetapi kita beri semangat dan dorongan yang dapat memacu dan bergiatnya si anak.

2.7.3 Akhlak Pada Ayah dan Ibu
     
 Betapa berat tangguangan seorang ibu dikala mengandung dan demikian pula kalau sudah dating waktunya melahirkan. Dengan mengerahkan seluruh perhatian, jiwa raga dan tenaga si ibu melahirkan jabang bayinya dengan harap-harap cemas. Berharap agar si bayi yang dilahirkannya sehat dan sempurna keadaannya sebagai manusia sempurna anggota badannya, seperti susunan jasmaninya dan tumbuh dalam keadaan yang wajar baik jasmani maupun rohaninya.
Mengapa demikian besar kasih sayang ibu kepada anaknya. Padahal sewaktu belum mengandung seakan belum mau mempunyai anak. Atau karena anaknya sudah dua tiga ingin tidak ada yang keempat. Tetapi karena dikarunia Tuhan anak yang selanjutnya kasih saying ibu tidak ada bedanya antar kepada yang pertama yang kedua dan seterusnya.
Dari mana datangnya cinta kasih saying kepada putranya, padahal tiada pamrih. Lain dengan cinta seorang kekasih kepada pacarnya, yang kalau kasihnya tiada terbalas bias berbalik menjadi benci. Tetapi kasih ibu bagaimanapun tiada akan berubah dan hilang, walaupun si anak tiada membalas kasih dan cinta ibu.
Memang itu kareana “Hidayah”, anugerah dari pada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Hidayah itu tersebut insting atau naluri, dalam ilmu agama disebut “Hidayah-ghariziyyah”.
Beberapa perkara yang harus di perhatikan dan dilaksanakan oleh seorang anak kepada Orang tua yakni:

a.   Berbuat Baik kepada Ibu dan Ayah, Walaupun keduanya Lalim
     Seorang anak menurut ajaran islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai seorang anak samapai menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tuanya berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas atau mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya. Allah tidak meridhoinya sehingga orang tua itu meridhoinya.
b.      Berkata Halus dan mulia kepada Ibu dan Ayah
            Kewajiban anak kepada orang tuanya berbicara menurut ajaran islam harus berbicara sopan, lemah lembut dan mempergunakan kata-kata mulia hal ini dituturkan dalam Firman Allah:
وَقَضَى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْا اَلَّا اِيَّاهُ وَبِالْوَلِدَيْنِ اِحْسَانَا اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكَبِرَ اَحَدُهُمَا اَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا اُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذَّلِّ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرًا {الاسراء: 23-24}
Artinya:
“Dan Tuhan telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain kepada-Nya dan hendaknya kamu berbuat baik kepada ibu bapak kamu dengan seabaik-baiknya. Jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya samapi berumur lanjut dalam pemeliharaan kamu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan dan ucapakan doa:”Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka kedua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.”

c. Berbuat baik kepada Ibu dan atau Ayah yang sudah meninggal dunia
Apabila ibu dan ayah masih hidup, si anak berkewajiban berbuat baik, dan itu mudah dilakukan dengan berbagai macam cara, baik yang bersifat moaral, maupun yang bersifat material.
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ayah dan atau ibunya yang sudah tiada. Hal ini agama islam mengajarkan supaya seorang anak:

a.    Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan memintakan ampun kepada Allah dari segala dosa orang tua kita. Doa yang sering di amalkan yakni:

اللَّهُمَّ اغْفِرْلىِ وَلِوَالِدَىَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيْرًا
b.    Menepati janji kedua ibu bapak, Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut. Umpamanya beliau akan naik haji, yang belum sampai melaksanakannya. Maka kewajiban anaknya untuk menunaikan haji untuk orang tuanya tersebut.
c.  Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Di waktu hidupnya ibu dan ayah, beliau-beliau mempunyai teman-teman akrab, yang segulung-segalang orang tua kita dengan temannya.

d   Bersilaturrahmi kepada orang-orang yang mempunyai hubungan dengan kedua orang tua.

2.7.4 Akhlak kepada Anggota Masyarakat/ Jama’ah

Pokok utama kerasulan nabi Muhammad Saw adalah menyempurnakan akhlak yang mulia. Mencakup semua bentuk sikap dan perbuatan yang terpuji dikalangan orang-orang (masyarakat) yang bertaqwa. Di samping terpuji berdasarkan norma-norma yang ditetapkan Allah SWT.
Akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan berlangsung di atas jalur Al-Qur’an dan perbuatan nabi Muhammad Saw. Dalam sikap dan perbuatan. Seperti di dalam Al-Qur’an surat l-Qalam ayat 4.”Dan sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia”.
Dengan demikian setiap muslim diwajibkan untuk memlihara norma-norma (agama) di masyarakat terutama di dalam pergaulan sehari-hari baik keluarga rumah tangga, kerabat, tetangga dan lingkungan kemasyarakatan.

Dan kesempulan tata cara diatas akan diterangkan secara terperinci di bawah ini:

a.       Tata cara berbahasa
Setiap muslim (umat islam) dan semua orang diperintah untuk selalu berbahasa dengan bahasa yang jelas dan baik, bahasa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara, sesuai tingkat usia, masyarakat dan tingkat kedudukannya. Di dalam islam ada peribahasa yang menyatakan bahwa “bahasa menunjukkan taqwa”.

b.      Tata cara salam
Setiap masyarakat, agama atau bangsa memiliki tata cara member salam, sebagaimana juga dengan islam. “Salam” telah menempati kedudukan sendiri dalam Islam. Lebih istimewa disbanding dengan agama di luar Islam.
Sebagaimana landasan salamdi dalam firman Allah surat An-Nur ayat 27:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang buka rumahmu sebelum meminta ijin dan member salam kepada penghuninya

c.       Tata cara makan dan minum
Cara memegang sesuatu makanan dan minuman dengan tangan kanan. Dimulai membasuh sebelum makan, membaca “basmallah” dan diakhiri mengucapkan “Alhamdulillah”. Sikap yang dimiliki oleh orang yang sedang makan dan minum adalah dengan duduk yang baik. Tanpa bersuara, tanpa bersandar sambil makan dan minum. Apabila sifatnya undangan bagi yang mengundang mempersilahkan dengan bahasa yang sopan. Dan bagi yang diundang dengan menyambut yang baik, mendoakan si pengundang, mendahulukan orang yang lebih tua, jangan mencaci hidangan yang ada di depannya, walaupun tak berselera.
Dalam adab minum, tidak boleh menggunakan peralatan dari emas dan perak, jangan menarik nafas dan menghembuskan kembali ke dalam cangkir. Apabila menggunakan kendi (dan sejenisnya) tidak boleh melekat pada mulut di bibir kendi.

d.      Tata cara di majelis pertemuan
Bagaimana adab kita berada di majles pertemuan? Jawabannya adalah pertama kali baru masuk member salam, kemudian baru dapat duduk yang telah disediakan, menyalami teman yang mendahului duduk, jangan sekali-kali menggeser tempat duduk milik orang lain. Di samping itu juga jangan menggunakan bahasa yang dapat menyinggung perasaan teman duduk. Ketika ingin meninggalkan tempat minta ijin, juga bila ke luar membaca doa kifaratul majelis.

e.       Tata cara minta ijin masuk
Di dalam masyarakat dan Negara ada aturan-atauran tertentu baik ijin masuknya, waktu maupun prosedurnya bagi setiap orang yang ingin memasuki kamar, rumah orang lain atau Negara.
Aturan Islam bagi seseorang yang ingin masuk rumah orang lain, maka paling awal yang dilakukan adalah member salam. Apabila tidak baik kembali. Di dalam mengetuk pintu dilakukan secara wajar, menyatakan nama diri. Tidak boleh berdiri tepat di tengah-tengah pintu ketika dibukakan. Apabila ditolak tidak boleh sedih hati namun harus dikendalikan dengan hati yang bersih.
f.       Tata cara member ucapan selamat
7(tujuh) rangkaian(munasabah) yang ada dalam islam ketika mengucapkan   salam “ucapan salam”. Ketujuh rangkaian tersebut antara lain:
a.       Dalam rangka acara pernikahan
b.      Dalam rangka kelahiran seorang bayi kepada ibunya
c.       Kembalinya seorang musafir (yang berpergaian)
d.      Pulangnya seorang dari jihad
e.       Sekembalinya dari haji
f.       Pada hari raya idul fitri dan idul adha

2.8 Akhlak Da’I/ Mubaligh

Telah jelas ujian bagi penyebar agama islam yang paling hebat adalah para nabi. Kemudian orang-orang saleh, para Da’i/ mubaligh yang menyeri atau mengangguk manusia untuk mentauhidkan Allah dan ikhlas dalam beribadah.
Dalam mempersiapkan diri yang telah mengikrarkan untuk berjalan mengikuti manhaj para nabi dalam dakwah, maka para nabi harus membekali diri dengan akhlakul karimah. Sebab Da’i/mubaligh di masyarakat menjadi suri tauladan secara langsung. Baik perilaku, sikap perbuatan maupun perkataannya.
Jalan yang harus ditempuh selanjutnya, da’I harus berusaha terus membersihkan jiwa. Segala apa yang mengganjal, menutup dan tersembunyi di hati nurani, Da’I harus berusaha juga menerangi segala rahasia dirinya. Dan senantiasa mohon petunujuk dan pertolongan dari Allah. Dengan demikian dirinya menjadi baik atas kuasa Allah SWT.
Para Da’i memiliki ilham yang man merupakan martabat yang tinggi dalam dirinya yang selalu menghubungkan dengan Allah. Di dalam hati Da’I ada bisikan-bisikan yang benar yang berada pada lisannya karena tergisik dari hati yang bersih.

            Menurut Jamludin Kafie, sebagai Da’I, pelaksana dakwah harus memperhatikan prinsip-prinsip kemimpinan yang baik yaitu:
a.       Sifat terbuka
b.      Berani berkorban
c.       Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat
d.      Sanggup menjadi pelopor dan perintis dalam kebajikan
e.       Mengembangkan sifat-sifat kooperatif, kemusiaan dan sikap-sikap toleransi, kebijaksanaan dan keadilan social
f.       Tidak menjadi parasit atau membebani masyarakat
g.      Percaya diri dan yakin akan kebenaran yang dibawanya
h.      Optimis dan tidak putus asa
            Dengan demikian sikap Da’I harus memahami kondisi dan situasi masyarakat yang menjadi sasarannya. Juga perlu terus menambah wawasannya. Kerena beraneka ragam budaya , kompleksitas permasalahan di masyarakat.

2.9 Macam-Macan Akhlak

2.9.1 Akhlak Pemimpin

Tugas pemimpin tidak ringan. Tanggung jawab yang ia pikul senantiasa bernafaskan amanat. Baik amanat dari masyarakat/ warga atau Negara. Bahkan agama. Agama islam sangat memperhatikan masalah kepemimpinan. Menurut Islam. Semua pemimpin akan dimintai pertanggung jawabnya. Pemimpin keluarga bertanggung jawab atas kebahagiaan, kesejahteraan keluarganya, pemimpin Negara/bangasa akan dimintai pertanggung jawabnya oleh masyarakat dan lain sebagainya.
           
Sebagai contoh seorang pemimpin sejati adalah Rasullah Saw dan para sahabatnya seperti Abu bakar sebagai orang yang berwibawa dan tenang. Oerangnya penuh ramah tamah, cinta sesama dan selalu membenarkan dan menepati pada rasul yang agung. Umar bin khotob sebagai pemimpin yang mempunyai pendapat yang berbobot. Dia adalah orang yang terpercaya terhadap rahasia-rahasianya. Utsman sebagai pengumpul firman Kitab Allah. Dia adalah seorang pemimpin yang meluruskan akida. Sedangkan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin yang pandai menyusun pasukan perang untuk mengalahkan orang-orang jahat. Dan Ali adalah seorang pemimpin yang mampu sebagai pewaris ilmu rasullah dan pemelihara janjinya.

Demikianlah akhlak pemimpin yang dicontohkan kepada kita untuk menjadi pemimpin sejati. Akhlak pemimpin baik, sebab sifat, perilaku dan sikapnya dapat membahagiakan orang lain (umat manusia) dan menampakkan karismatiknya pada yang dipimpin, jadi dapat dikemukakan di sini, bahwa pemimpin berakhlak baik apabila memiliki kepribadian yang sesuai dengan tata aturan (ketentuan) agama, masyarakat, keluarga dan Negara/bangsa.


      2.9.2 Akhlak Mahmudah dan Mazmumah

            Ada 2 (dua) penggolongan akhlak secara garis besar yaitu: akhlak mahmudah(fadilah) dan akhlak mazmumah(qabihah). Di samping istilah tersebut Imam Al-Ghazali menggunakan juga istilah “munjiyat” untuk akhlak mahmudah dan “muhlihat” untuk yang mazmumah.
Di kalangan ahli tasawuf, kita mengenal system pembinaan mental, dengan istilah: Takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena sifat-sifat tercela itulah yang dapat mengotori jiwa manusia.
 Dan tahalli adalah mengisi jiwa ( yang telah kosong dari sifat-sifat tercela) dengan sifat-sifat  yang terpuji (mahmudah).

Jadi dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapat berada dekat dengan Tuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah pengosongan atau pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela, hingga akhirnya sampailah pada tingkat berikutnya dengan apa yang disebut “tajalli”, yakni tersikapnya tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi.
Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (yang terpuji). Sebaliknya segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela disebut dengan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah tentunya dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat mazmumah. Oleh karena itu sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku yang lahir adalah merupakan cermin/ gambaran daripada sifat/kelakuan batin.
           
            Beberapa akhlak mahmudah seperti bersikap setia, jujur, adil, pemaaf, disenangi, menepati janji, memelihara diri, malu, berani, kuat, sabar, kasih sayang, murah hati, tolong menolong, damai, persaudaraan, menyambung tali persaudaraan, menghoranati tamu, merendahkan diri, berbuat baik, menundukkan diri, berbudi tinggi, memlihara kebersihan badan, cenderung kepada kebaikan, merasa cukup dengan apa yang ada, tenang, lemah lembut, bermuka manis, kebaikan, menahan diri dari berlaku maksiat, merendahkan diri kepada Allah, berjiwa kuat dan lain sebagainya.
            Sedangkan yang termasuk dalam akhlak mazmumah, antara lain; egoistis, lacur, kikir, dusta, peminum khamr, khianat, aniaya, pengecut, aniaya, dosa besar, pemarah, curang, culas, mengumpat, adu domba, menipu, memperdaya, dengki, sombong, mengingkari nikmat, homosex, ingin dipuji, ingin didengar kelebihannya, makan riba, berolok-olok, mencuri, mengikuti hawa nafsu, boros, tergopoh-gopoh, membunuh, penipuan, dusta, berlebih-lebihan, berbuat kerusakan, dendam, merasa tidak perlu pada yang lain dan lain sebagainya yang menunjukkan sifat-sifat yang tercela


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akhlak ialah suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang keluar itu baik dan terpuji menurut syara dan aqal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila keluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.
Oleh karena itu kita sebagai muslim, haruslah menanamkan sifat-sifat yang baik, agar akhlak yang keluar dari diri kita, merupakan akhlak yang terpuji, yang disukai oleh Allah, dan hanya Rasulullah yang pantas kita jadikan idola dalam kehidupan.


DAFTAR PUSTAKA

Tatapangarsa, Humaidi. AKHLAK YANG MULIA. Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1991.

Salim, Abdullah. AKHLAQ ISLAM. 1986.

Umary, Darmawie. MATERI AKHLAK. Solo : CV. Ramadhani. 1986.

Djatnika, Rachmat. SISTEM ETHIKA ISLAMI. Surabaya : Pustaka Islam. 1985.
MAKALAH AKHLAK DALAM ISLAM MAKALAH AKHLAK DALAM ISLAM Reviewed by Screamer on 03:34 Rating: 5

2 comments:

  1. Terimakasih atas materinya.. sangat bermanfaat.ulasannya juga lengkap.
    saya juga punya ulasan mengenai makalah akhlak dalam islam di blog tugaskuliah15

    semoga bisa bermanfaat dan dapat dijadikan referensi bagi teman-teman yang sedang mengerjakan tugas kuliah .

    ReplyDelete
  2. Mohon izin untuk mengutip, terima kasih

    ReplyDelete

a