LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN BLOOMING ALGAE

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN BLOOMING ALGAE



I.         PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Algae adalah organisme satu sel mikroskopik yang hidup di perairan tawar maupun laut perannya sangat penting sebagai produsen utama pada rantai makanan. Algae memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut. Namun algae tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan apabila jumlahnya berlebih (blooming).
Algae adalah produsen energi (produsen primer) pada suatu rantai makanan dalam ekosistem. Algae tidak berbahaya selama pertumbuhannya normal dan tidak mengganggu ekosistem di sekitarnya. Namun bila terjadi pertumbuhan alga yang sangat berlimpah yang dikenal dengan nama Blooming Algae atau HABs (Harmful Alga Blooms) karena berlimpahnya nutrient pada badan air, maka akan berdampak besar terhadap lingkungan perairan tersebut. Tingginya populasi algae di dalam suatu perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif bagi ekosistem perairan, seperti berkurangnya oksigen di dalam air yang dapat menyebabkan kematian berbagai makhluk air lainnya.
Jumlah fitoplankton berlebih di sebuah perairan berpotensi membunuh berbagai jenis biota laut secara masal. Hal ini disebabkan keberadaan fitoplankton akan mengurangi jumlah oksigen terlarut terutama pada malam hari serta saat algae tersebut mati akan terurai dan dalam proses penguraian tersebut diperlukan oksigen, sehingga perairan akan kekurangan oksigen. Salah satu pengelolaan blooming algae yaitu dengan menggunakan algisida Algasida ini dapat berupa CuSO4, diuron, dan simazine. Dalam penggunaan algasida perlu diperhatikan aplikasi pemakaiannya seperti dosis dan cara penggunaanya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang dosis optimum algasida untuk pengelolaan blooming algae.
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui berbagai dosis pemberian algisida terhadap kelimpahan plankton.
II.           TINJAUAN PUSTAKA
Alga merupakan salah satu mikroorganisme akuatik yang dapat berperan sebagai penyebab pencemaran pada air permukaan, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan alga pada air permukaan dan memberikan uraian mekanisme proses pencemaran air permukaan oleh alga. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan alga adalah nutrien, salinitas, intensitas cahaya, temperatur dan pH serta aerasi. Konsentrasi nutrien yang terkandung dalam air permukaan tropis yang menyebabkan pertumbuhan alga yang sangat pesat (algal bloom) adalah 200 – 1000 μgL-1 untuk fosfat dan 30 – 40 mgL-1 untuk nitrat (Zulfiyah, 2009).
Keberadaan alga dalam jumlah besar di perairan dalam banyak hal merupakan petunjuk kesuburan perairan dan petunjuk adanya herbivora dalam jumlah besar pula, dan pada gilirannya banyak terdapat ikan. Walaupun demikian keberadaan alga dalam jumlah besar tidak selalu berarti banyak ditemukan ikan. Hal ini bisa terjadi jika banyaknya alga disini merupakan penggangu (Benidictus and Oseanografi , 1993).
Menurut Boyd dan Linckoppler (1986) pertumbuhan fitoplankton dalam jumlah besar dapat membahayakan kehidupan organisme yang ada di dalamnya yaitu melalui kematiannya secara tiba-tiba kemudian terurai dan menyebabkan habisnya oksigen terlarut karena terpakai untuk dekomposisisi. HAB (harmful algal bloom) adalah istilah yang digunakan pada pertumbuhan mikroalga (plankton) secara lebat, di laut atau di perairan payau yang dapat menyebabkan kematian masal ikan, karena spesies HAB dapat mengontaminasi makanan bahari (seafood) dengan toksin yang diproduksinya, sehingga dapat mengubah ekosistem yang dipersepsikan manusia sebagai pengganggu (harmful) (GEOHAB, 2000 in Nontji, 2004). Terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya HAB (Wiadnyana, 1995) yaitu:
1. Eutrofikasi atau pengkayaan unsur hara fosfat dan nitrat.
2. Adanya kista di dasar perairan yang terangkat ke lapisan permukaan melalui dua mekanisme, yaitu:
a. Mekanisme malalui naiknya massa air (upwelling)
b. Mekanisme akibat pengaruh gempa tektonik
3. Bersifat biologis, yang artinya bahwa kurang adanya predator sebagai pemangsa spesies penyebab HAB. Sebagai contoh populasi Pyrodinium, yang kurang dimangsa dalam waktu singkat dapat mencapai kepadatan yang sangat tinggi, yaitu lebih dari satu juta sel/liter air laut.
Algisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh ganggang terutama di perairan. Algisoda yang biasa digunakan yaitu CuSO4. CuSO4 adalah bahan kimia yang mempunyai sifat melarut sempurna dalam air dan sedikit larut dalam etanol. Fitzgerald dan Faust (1963) menyatakan bahwa bahan kimia khususnya cupri sulfat untuk menjadi algisida harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu konsentrasi bahan kimia tersebut harus dapat membunuh semua algae yang diberi perlakuan.
III.   MATERI DAN METODE
3.1.Materi
3.1.1.      Alat

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum
Alat
Kegunaan
Ember
sebagai wadah menampung air sebanyak 5 L dengan kelimpahan plankton yang tinggi.
Mikroskop cahaya
Sebagai alat untuk mengamati kelimpahan plankton .
Haemositometer
Penghitungan plankton
Botol film
Sebagai wadah sampel plankton
3.1.2. Bahan
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum
Bahan
Kegunaan
Air dengan pedatan plankton tinggi
Sebagai media atau bahan
Algasida (CuSO4)
Sebagai media atau bahan dalam pengendalian blooming algae/plankton dan sebagai pakan alami bagi ikan dan udang.

3.2.  Metode
Parameter
Satuan
Alat/metode
Kelimpahan plankton
Individu/L
-

rumus :

kelimpahan = K1+K2+…+Kn x 25 x 105 individu/ml
n
keterangan :
K1= Kn = Ʃ individu
n =Ʃ kotak yang dihitung
25 = Ʃ kotak besar dalam haemositometer

3.3.   Prosedur Kerja
Ember diisi 5 liter air, kemudian dihitung kelimpahan plankton awal. Pada ember dimasukkan algisida CuSO4 sesuai dosis yaitu 0; 0,1; 0,2; dan 0,3 ppm, diaerasi selama 10 menit kemudian dihitung kelimpahan plankton akhir.
3.4.  Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada Rabu, 25 September 2013 bertempat di Laboratorium Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman.
3.5. Analisis Data
Data perbandingkan kelimpahan plankton sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing dosis algisida (CuSO4) dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan diagram batang.

IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Tabel 3. Data kelimpahan plankton dengan berbagai dosis perlakuan
Dosis (CuSO4) ppm
Kelimpahan
Rata-Rata
Standar Deviasi
Awal
Akhir
0
438
375
406.5
44.5477272
0,1
438
313
375.5
88.3883476
0,2
438
313
375.5
88.3883476
0,3
438
188
313
176.776695

4.2.Pembahasan
Penggunaan algisida (CuSO4) dalam praktikum ini diupayakan untuk menurunkan populasi algae atau plankton. Menurut Prihantini (2008), bahwa blooming alga disebabkan adanya ledakan populasi plankton jenis tertentu yang ada di suatu perairan tertentu. Blooming alga dapat menggangu kehidupan ikan dan udang di tambak. Untuk mengatasi ledakan populasi tersebut dapat menggunakan algasida yang dapat mengurangi polulasi plankton.

Gambar 1. Pengaruh pemberian berbagai dosis CuSO4 terhadap kelimpahan plankton

Berdasarkan praktikum, diperoleh hasil bahwa pemberian CuSO4 pada plankton dapat mengurangi jumlah plankton. pada perlakuan tanpa CuSO4 kelimpahan plankton menurun dari 438 sel /ml menjadi 375 sel/ml. Hal tersebut dipengaruhi oleh metode sampling yang digunakan untuk menghitung kelimpahan plankton. pada perlakuan yang berbeda, kelimpahan awal plankton 438 sel/ml, mengalami penurunan menjadi 313 sel/ml pada pemberian dosis 0,1 dan 0,2 ppm CuSO4, serta 188 sel/ml pada dosis 0,3 ppm CuSO4Penurunan kelimpahan plankton tertinggi dengan dosis algisida sebesar 0,3 ppm menjadi 181 Ind/L. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syahril (1990) bahwa pemberian dosis cupri sulfat memberikan pengaruh terhadap kelimpahan maupun komposisi fitoplankton. Penurunan kelimpahan fitoplankton pada perlakuan 0.6 ppm dan 1.6 ppm terjadi pada pengamatan hari ke-2 sebesar 50.4 % dan 65 % sedangkan pada perlakuan 4 ppm penurunan kelimpahan fitoplankton tertinggi terjadi pada pengamatan hari ke-3 sebesar 95.6 %.
Besarnya konsentrasi pemberian cupri sulfat dapat mempengaruhi banyaknya cupri sulfat yang masuk ke sel algae. Cupri sulfat dapat mempengaruhi pertumbuhan pada algae toleran maupun algae non toleran. Menurut Nielsen et al. (1969) cara penghambatan larutan cupri sulfat terhadap pertumbuhan algae sebagai berikut cupri akan segera menembus ke dalam plasma sel algae dan mengurangi laju fotosintesis. Hal yang sama dikemukakan oleh Hassal (1963) dalam Shioi et al. (1978) bahwa hasil penelitian menunjukkan penurunan kelimpahan fitoplankton setelah diberi cupri sulfat. hal ini diduga bahwa terjadi keracunan alat fotosintesis sehingga fotosintesis dari fitoplankton tidak berjalan sempurna dan mengakibatkan kematian fitoplankton sehingga kelimpahan fitoplanktonya menurun. Penanggulangan blooming algae yang baik yaitu algae yang mati tidak mencapai 100% karena algae juga diperlukan untuk suplai oksigen pada perairan melalui proses fotosintesis. Selain itu juga ada berbagai algae yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami ikan. Berdasarkan hasil praktikum dosis optimum pemberian CuSO4 untuk penanggulangan bloming algae yaitu 0,3 ppm.
Ledakan populasi fitoplankton yang diikuti dengan keberadaan jenis fitoplankton beracun akan menimbulkan Ledakan Populasi Alga Berbahaya (Harmful Algae Blooms – HABs). Faktor yang dapat memicu ledakan populasi fitoplankton berbahaya antara lain karena adanya eutrofikasi adanya upwelling yang mengangkat massa air kaya unsur-unsur hara; adanya hujan lebat dan masuknya air ke laut dalam jumlah yang besar. Sejumlah spesies alga manghasilkan toksin yang dapat ditransferkan melalui jaringan makanan di mana mereka dapat mempengaruhi dan bahkan membunuh organisme yang lebih tinggi tingkatannya, seperti zooplankton, kerangkerangan, ikan (Faisal, 2005). Peledakan algae tertentu pada perairan umum pada umunya disebabkan karena tingginya bahan organik yang berasal dari cemaran limbah organik maupun dari proses upwelling. Perubahan musim akan memepengaruhi kondisi perairan, missal terjadinya proses upwelling. Menurut Sediadi (2004), upwelling mempengaruhi kelimpahan, komposisi dan distribusi fitoplankton karena adanya faktor nitrat yang kandungannya relatif tinggi. Fungsi dari CuSO4 (25% Cu) digunakan untuk mengendalikan lumut/alga untuk kolam ikan, juga untuk mengendalikan jamur/preventif. Namun jika dosis yang digunakan berlebih maka akan bersifat racun dan berbahaya bagi biota perairan seperti ikan. Dosis optimal pemberian CuSO4 (terusi) dalam kolam yang mengandung tanaman air (mikroalgae) adalah 0,5gr/liter.
Kontrol biologi telah lama digunakan untuk menangani bloming alga, namun perkembangannya lambat. Dinoflagellata heterotrofik Stoeckeria algisida di Korea terbukti efisien untuk memangsa bloming alga Heterosigma (Jeong et al., 2002 dalam Rensel et al., 2010). penelitian membuktikan bahwa heterotrofik Dinoflagellata Axyrrhis marina, Noctiluca scintillans dan stoeckeria algisida mampu memakan ledakan pertumbuhan alga H. akashiwo (Harvey, 2011).

V.      KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.       Pemberian CuSO4 pada perairan mampu menurunkan kelimpahan plankton.
2.      Dosis pemberian CuSO4 yang optimum untuk penanganan blooming algae yaitu 0,3 ppm
5.2. Saran
Penanganan bloming algae dalam budidaya dapat menggunakan Algisida karena mampu menurunkan kelimpahan plankton dalam perairan

DAFTAR PUSTAKA
Benedictus, A dan Puslitbang Oseanografi, 1993. Rantai Makanan Alga Pengganggu di Laut. Seminar Nasional Bioteknologi Mikroalga. LIPI.

Faisal. W., k. T. Basuki, R. T. Sidharta. 2005. Studi Analisis Kista (Cyst) Harmful Algal Bloom. Puslitbang Teknologi Maju. Batan.

Fitzgerald, P. G. and L. S. Faust. 1963. Factor Affecting The Algicidal and Algistic Properties of Copper in Applied Microbiology. 11 : 345-351.

Harvey, E. L. and S. M. Deuer. 2011. Avoidance, movement, and mortality: The interactions between a protistan grazer and Heterosigma akashiwo, a harmful algal bloom species. Limnol. Oceanogr., 56(1) : 371–378.

Nielsen, S. E., K. L. Nielsen danW. S. Andersen. 1969. The Effect of Deletorious of Copper on The Photosynthesis of Chlorella pyrenoidosa in Physiolgia Plantarum. 22 : 1121-1133

Prihantini. 2008. Biodiversitas cyanobakteria dari beberapa siti/danau di kawasan Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia. Makara. Sains. Volume:12 (1). 44-54.

Rensel J. E. J., N. Haigh, T. J. Tynan. 2010. Fraser river sockeye salmon marine survival decline and harmful blooms of Heterosigma akashiwo. Elsevier. 10 : 98-115.

­Sediadi, A. 2004. Effek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan laut banda dan sekitarnya. Makara, Sains, 8 (2) : 43-51.
Shioi, Y. H Tamai and T. Sasa. 1978. Inhibition of Photosystem II in The Green Alga Ankistrodesmus falcatus by Copper in Pysiologia Plantarum. 44 : 434-438.

Syahril. 1990. Blooming Fitoplankton dengan menggunakan cupri Sulfat (CuSO4. 5H2O) Studi Kasus di Kebun Binatang Ragunan Jakarta. Skripsi. Jurusan manajemen Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Wiadnyana, N. N. 1995. Informasi Tentang Dinoflagellata Beracun (Pyrodinium bahamense var. Compressum). Lonawarta. XVIII(1):42-52.

Wiadnyana, N. N., A.Sediadi, T. Sidabutar and S.A Yusuf. 1994. Bloom of the Dinoflagellata, Pyrodinium bahamense var. Compressum in Kao Bay, North Moluccas. IOC-WEST-PAC Symposium. Bali, 22-26 November 1994.

Zulfiyah, E. 2009. Pencemaran Air Permukaan oleh Alga. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS Surabaya.


LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN BLOOMING ALGAE LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN BLOOMING ALGAE  Reviewed by Screamer on 04:22 Rating: 5

No comments:

a